Wednesday, February 14, 2024

Kisah Louis XVII, Raja Kecil Yang Tidak Pernah Bertahta

Ia adalah anak dari Louis XVI dan Marie Antoinette. Lahir pada tahun 1785 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, ia merupakan anak laki-laki kedua. Setelah kakak lelakinya meninggal pada tahun 1789 akibat tuberkulosis tulang, ia menjadi tumpuan harapan untuk menjadi calon raja

Louis Charles diambil paksa dari Marie Antoinette, Elisabeth dan Marie Therese pada Juni 1793. Kemudian ia tinggal bersama Antoine Simon, seorang tukang sepatu kelahiran 1736 yang berpendidikan rendah. Tanggal 19 Januari 1794, Simon keluar dari penjara Temple ditemani istrinya. Dan pada 28 Juli 1794, ia dipenggal mati bersama Maximilien Robespiere. Itu adalah akhir dari masa Pemerintahan Teror. Pemerintahan Teror berlangsung selama 11 bulan, yang akan menghukum mati orang-orang yang tidak mendukung revolusi. Darah membanjir di mana-mana dan menimbulkan bau anyir mengganggu. Penduduk di sekitar tempat pemenggalan mengeluhkan karena bau ini, harga rumah di sekitar menjadi turun. 

Sepeninggal Simon, pengawasan penjara Temple dilakukan oleh empat orang komisaris. Empat orang komisaris ini ditunjuk harian oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pada Februari 1795, dua pria ditunjuk pemerintah untuk mengunjungi Louis Charles di penjara Temple. Saat masuk ke ruangan, Louis Charles terlihat duduk di depan meja segi empat. Ruangannya disebut bersih dan cukup terang. Di atas meja terlihat kartu-kartu yang sudah dibentuk menjadi wadah dan rumah-rumahan. Salah satu pria bapak Harmand bernama  bertanya pada Louis apakah ia ingin peliharaan berupa kuda, anjing, burung atau mainan2 lain, atau teman bermain untuk diperkenalkan sebelum ditempatkan bersama di ruangan. Lebih lanjut, pria itu bertanya apakah ia ingin jalan-jalan di taman atau ke atas. Apakah juga Louis ingin permen atau kue. Semua pertanyaan ini sama sekali tidak dijawab oleh Louis. Bahkan juga tidak dijawab dengan bahasa tubuh selain matanya menatap ke pria tersebut. Pria itu menjelaskan "kalau kamu menolak untuk menjawab, bagaimana kita bisa meneruskan tugas kita? Tujuan kita ke sini adalah untuk memberikan perawatan dan perhatian yang diperlukan. Untuk meningkatkan kondisimu. Demi kebaikanmu. Jawaban apa yang akan disampaikan ke pemerintah oleh kita sebagai wakil?"

Louis Charles tetap diam seribu bahasa. Matanya tetap menatap ke pria tersebut. Pria dan rekannya mulai putus asa. Pria yang bertanya itu merasakan kecewa yang sangat di hatinya. Ia memutuskan untuk keluar ruangan untuk ke atas, beberapa kali. Saat masuk lagi, pria itu duduk sangat dekat dengan tangan kanan Louis kecil. "Pak, berikan tangan kananmu". Louis kecil menuruti. Pria itu merasakan tumor di pergelangan tangan dan di siku. Tumor-tumor ini nampaknya tidak menyakitkan sebab saat diraba, Louis Charles tidak meringis kesakitan. "tangan yang satunya" pinta pria itu. Tidak ada tumor di tangan kiri. "Perbolehkan saya memeriksa paha dan lututmu, pak". Louis Charles pun berdiri. Pria itu merasakan ada yang bengkak di atas dan di bawah lutut. Saat berdiri, Louis Charles nampak seperti cacat, dan kekurangan vitamin D. Kaki, paha dan lengannya nampak panjang dan sangat kurus. Sementara tubuh bagian atas pendek. 

Pria itu meminta Louis untuk berjalan beberapa langkah. Louis pun berjalan sampai ke pintu dan kembali untuk duduk. Pria itu berencana mengirim dokter dan berharap Louis kecil menjawab semua pertanyaan dokter nanti. Pria ini meminta Louis kecil berjalan lagi, kali ini lebih lama. Namun permintaan ini tidak direspon. Tidak ada ekspresi apapun di wajah Louis kecil. Seolah-olah tidak ada pria itu di ruangan dan tidak ada orang yang berbincang dengannya. 

Makanan Louis berupa soup dengan sedikit polong lentil mengapung di atas. Disajikan di mangkuk kecil dari tanah liat. Kemudian sepotong mungil daging sapi yang nampak liat, disajikan di atas piring tanah liat. Selanjutnya, terdapat enam kastanye yang nampak hangus. Melihat ini, pria itu meminta menu ke depannya harus diubah, harus segera ditambahkan buah di menunya. Ia meminta anggur untuk diberikan segera, meskipun saat itu anggur langka.  Para suruhan pemerintah itu kembali masuk ke ruangan, melihat makanan yang disajikan semua telah dihabiskan. Ia bertanya apakah Louis kecil menikmati makananya, tidak dijawab. Kemudian anggur datang, ia memakannya tetap dengan diam. Mereka menawarkan anggur lagi jika mau, namun Louis tetap diam.

 Para suruhan pemerintah ini merasa bahwa upaya mereka sia-sia, jadi percuma memaksa Louis kecil untuk berbicara. Mereka merasa bahwa sikap diam Louis kecil adalah bentuk ketidaksukaan kepada utusan pemerintah ini. Mereka akan merekomendasikan pemerintah untuk mengirim utusan lain, mungkin lebih disukai oleh Louis kecil. "Apakah anda ingin kita pergi, pak?" Tak ada balasan. Pria-pria utusan pemerintah ini pun beranjak dari ruangan. Namun mereka tidak langsung meninggalkan penjara Temple, melainkan harus menunggu di ruangan lain selama 15 menit. Sambil membahas kondisi fisik dan mental Louis kecil. 

Bapak Hue yang dikenal sangat setia pada keluarga kerajaan mengetahui bahwa Louis kecil dalam kondisi yang sangat tidak sehat. Ia memohon kepada pemerintah untuk dibiarkan berdua di ruangan bersama Louis Kecil, namun permintaan ini ditolak. 

Pada bulan Mei 1795, beberapa orang yang datang melihat Louis Kecil mengatakan bahwa kondisi Louis kecil semakin buruk. Kemudian dikirim Pierre Joseph Dessault, seorang kepala dokter bedah, untuk memeriksa kondisi Louis. Usai memeriksa, Dessault mengatakan bahwa pemerintah menunggu terlalu lama untuk mengirim dirinya (memeriksa Louis) sehingga kondisi Louis sangat mengkhawatirkan, dan tidak ada harapan lagi untuk penyembuhan. Namun Dessault memohon agar Louis kecil segera dikirim ke pusat kota agar ia bisa mendapatkan perawatan yang terbaik. Dessault mengatakan meskipun penyembuhan ini tidak permanen, namun setidaknya bisa memperpanjang usianyahingga beberapa tahun. Pemerintah menolak permohonan Dessault. 

Louis Charles disebut sangat berterima kasih dengan kebaikan hati dokter Dessault, ia bersedia berkomunikasi dengannya. Sikap ini berbeda saat ia berhadapan dengan para utusan pemerintah dan penjaga penjara. Saat Dessault hendak mengakhiri pertemuannya dengan Louis Charles, Louis Charles ingin menahan Dessault namun ia juga enggan memohon kepada penjaga penjara. Tangan Louis Kecil menahan kerah Dessault. Tak lama kemudian, pada 1 Juni 1795, Dessault mendadak meninggal dunia. Hasil otopsi mengatakan bahwa Dessault meninggal dikarenakan radang otak atau demam tifoid, namun tidak disebutkan bahwa ia diracun. Tempat Dessault diperiksa apabila ia meninggalkan surat-surat berisikan kondisi Louis Kecil, namun tidak pernah ditemukan. 

Pada 5 Juni 1795, pemerintah mengirim dokter lain bernama Pelletan dan dokter Dumangin. Kedua dokter ini mengatakan sangat percuma untuk menyembuhkan Louis Kecil, sama yang dikatakan oleh mendiang dokter Dessault. Yang bisa mereka lakukan adalah memberikan kenyamanan di waktu-waktu terakhirnya. Kedua dokter ini menyalahkan petugas penjara tidak melepas jeruji jendela, yang bisa membuat ruangan gelap. Juga suara grendel pintu yang cukup besar, mengingatkan dirinya pada masa penyiksaan yang pernah ia alami. Hal ini bisa memperburuk kondisinya. Dokter Pelletan sangat bersuara mengenai protesnya. Kemudian Louis Kecil memberi tanda kepada Dokter Pelletan untuk mendekat dan memohon agar bisa berbicara lebih pelan "aku khawatir kalau kakak perempuanku mendengar. Aku akan menyesal kalau ia tahu aku sakit, sebab akan membuat dia sangat bersedih". Seperti yang diketahui, pada saat itu, ruang Marie Therese tepat berada di atas ruang Louis Charles. Perkataan Louis Kecil ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang berhati lembut dan pengasih. Dokter Dumangin dan Pelletan memerintahkan agar Louis kecil dipindah ke jendela yang menghadap ke taman. Penampakan sinar matahari dan pepohonan hijau menghibur Louis Kecil. Sebagai rasa terima kasih, ia tersenyum kepada dua dokter ini. 

Pada 7 Juni 1795, Louis kecil sempat kehilangan kesadaran. Orang-orang yang menjaganya merasa bahwa waktunya telah tiba. Pada 8 Juni 1795 jam 2 siang, Louis Charles, yang juga raja Louis XVII kembali ke penciptanya, mungkin bertemu dengan mendiang kedua orang tuanya, dan juga bibi Elisabeth. Pada 10 Juni 1795, jasad Louis Kecil terbaring di ranjang tidur. Seorang dokter autopsi mengambil hati Louis Charles dan menempatkan pada wadah kristal, dan memberi tanda "L.C"  Pada 12 Juni 1795 pukul 8.30 malam, jasad Louis Charles ditempatkan di peti mati dan dibawa dari penjara Temple. Jasad Louis Charles dimakamkan di pemakaman Sainte Marguerite.

Sepeninggal Louis Charles, muncul banyak pria mengaku sebagai Louis Charles. Berbagai macam cerita muncul dari pengakuan mereka. Salah satu mengatakan bahwa bocah yang meninggal di penjara Temple itu bukanlah Louis Charles, melainkan bocah pengganti yang menderita bisu tuli. Ini janggal, sebab meskipun Louis Charles menolak berbicara pada utusan pemerintah, namun ia berbicara pada dokter-dokter yang merawatnya di saat terakhir. Ia juga bisa mendengar dokter Pelletan protes keras terhadap sipir penjara.

Pada 1993, dilakukan pemeriksaan DNA terhadap Louis Charles. Hati Louis Charles dicocokkan dengan darah ayahnya yang diusap di sapu tangan sesaat setelah dipenggal, hasilnya adalah Louis Charles adalah anak dari Marie Antoinette dan Louis XVI. 

Tuesday, February 6, 2024

Pelarian Louis XVI dan Marie Antoinette Ke Montmeidy

Berdasarkan cerita dari Marie Therese, malam itu tanggal 20 Juni 1791, kedua orang tuanya tampak sibuk dan resah. Setelah makan malam, ibu Marie membawa ia dan adiknya ke ruangan lain dan menutup pintu. Di ruang makan hanya ada ibu, ayah dan bibi Marie. Setelahnya, Marie mengetahui bahwa mereka bertiga membahas tentang rencana meloloskan diri. Jam 7 malam, ibu Marie meminta Marie hanya ditemani seorang pengasuh, dan Marie memilih nyonya Brunier. Ibu Marie bertanya apakah ia ingin menemani jika ia terpaksa harus meninggalkan suami dan mengikuti keluarga Marie. Ny Brunier menjawab bahwa orang tua Marie sudah menahan penderitaan begitu lama, sehingga ia siap diajak kemanapun. Suami Ny Brunier merupakan dokter Marie dan adik2nya. 

Seperti biasa, paman Marie yaitu Adipati Provence dan istri selalu makan malam bersama ayah Marie. Paman Marie ini juga merencanakan melarikan diri, dibantu oleh bapak d'Avaray, mengambil rute lain. Berbeda dengan keluarga Marie, Adipati Provence dan istri keluar dari Perancis dan tiba di Brussel, Belgia dengan selamat.

Malam hari, ibu Marie membangunkan si adik. Ny Tourzel menggendong adik Marie turun ke kamar ibu Marie. Marie juga menyusul ke kamar ibunya. DI sana sudah berdiri bapak Malden, seorang bodyguard. Adik Marie diberikan busana seperti seorang anak perempuan. Marie sempat bertanya ke adiknya "kamu tahu gak kita ini akan apa?" Adiknya menjawab sekenanya "akan bermain-main karena kita didandani dengan aneh"

Bodyguard bernama Valori mendatangi kamar ayah Marie untuk jalan bersama ke kereta. Sang raja yang sudah menuruni tangga separuh tiba-tiba naik untuk kembali ke kamar. Valory sangat cemas dan mengingatkan bahwa waktu sangat berharga. Louis XVI menjelaskan bahwa dia tidak ingin asisten yang tidur di kamarnya dituduh dan dihukum mati karena dianggap membantu sang raja meloloskan diri. Louis duduk dan menulis surat singkat yang berfungsi untuk melindungi sang asisten. Louis XVI memang dikenal dengan kebaikan hatinya. 

Tiga bodyguard yang ditunjuk oleh Bp d'Agoult untuk membantu pelarian adalah Malden, Valori dan Moustier. Ketiga bodyguard ini masing-masing berdiri di belakang kereta, satu lagi mengendalikan kereta, dan yang satu menunggang kuda di depan untuk membebaskan jalan. Ketiganya pun harus menggunakan nama samaran yaitu St John, Melchior dan Francis. Ny Tourzel membawa Marie dan adiknya berjalan menuju kereta yang telah menunggu. Di dalam kereta, Marie dan adiknya masih harus menunggu ibu mereka datang selama satu jam. Adik Marie tidur di lantai kereta, ditutupi oleh jaket milik Ny Tourzel. Ia dan Ny Tourzel melihat rombongan La Fayette melintas. 

Dalam pelarian ini, Marie lalu mengetahui bahwa Ny Tourzel akan menyamar sebagai Ny de Korff yang akan menuju ke Russia untuk menghadiri pesta. Marie dan adiknya menyamar sebagai anak Ny de Korff sebagai Amalia dan Aglae. Sementara sang ibu menyamar sebagai pengasuh ia dan adik dengan nama Ny Rocher. Sementara bibi Elisabeth sebagai rekan dengan nama Rosalie. Dan ayah Marie menyamar sebagai penjaga kamar bernama Durand. Sesungguhnya nama samaran Ny Tourzel bukanlah nama fiktif. Wanita Russia ini benar-benar ada dan hendak meninggalkan Paris di saat yang sama. Kehebatan Axel yang bisa membuat duplikat paspor wanita ini. Axel Von Fersen, pria Swedia yang diduga selingkuhan ibu Marie, berkorban besar untuk membantu pelarian Marie dan keluarganya. 

Bibi Elisabeth mendatangi kereta, ditemani oleh seorang asisten wanita. Bibi tidak sengaja menginjak adik Marie yang tertidur di bawah, namun adik Marie tahu bahwa ia tidak boleh bersuara meski kesakitan. Tak lama kemudian, giliran ayah Marie datang. Sesaat kemudian disusul oleh ibu Marie yang ditemani oleh salah seorang bodyguard bernama Malden. Setelah semua hadir, kereta kecil pun melaju untuk menuju ke kereta besar. Karena Axel tidak dapat menemukan posisi berhenti kereta besar, lagi-lagi rombongan Marie harus menunggu. 

 Rombongan ini melaju sepanjang 500 mil tanpa berhenti dan sampai di kota Chalon. Di sini, mereka bertemu dengan pasukan pertama di bawah komando Francois Claude Amour, marquis de Bouille. Menjelang tengah malam menuju tanggal 21 Juni, rombongan Marie melintasi Clermont. Di sana, mereka melihat pasukan, namun sedang bersantai. Pasukan ini tidak akan bergerak tanpa adanya komando. Seorang pasukan mengenali ayah Marie dan berbisik bahwa ayah Marie dikhianati. 

Di kota kecil bernama St Menehould, seorang pengawas pos bernama Drouet sempat melihat wajah Louis XVI dan berusaha mengenali dari gambar. Drouet bukanlah simpatisan kerajaan. Otaknya konon telah didoktrin oleh partai Jacobin yang hendak menjadikan Perancis negara republik.  Ia segera melapor kepada pemerintah setempat dan berusaha mengejar rombongan Marie hingga ke Clermont, kota kecil di sebelah. Namun sesampai di Clermont, ia tidak menemukan rombongan karena rombongan berlalu sangat cepat.  Rombongan Louis XVI tiba di Varennes tengah malam sebelum Drouet datang. Di kota ini, rombongan tidak diberitahu sejak  awal, di titik di mana mereka bisa melanjutkan perjalanan. Namun mereka tidak sadar dalam situasi berbahaya, mengira bahwa mereka masih aman karena masih di area detasemen pasukan di bawah Bpk Bouille. Bouille bahkan menempatkan seorang putranya bersama dua pasukan. Namun ketiganya bertindak acuh tak acuh.,  Rombongan terpaksa berhenti sejenak menunggu pak Valori bertanya. Ayah dan ibu Marie turun, menggedor rumah penduduk untuk meminta tukar kuda. Saat menunggu inilah, Drouet tiba dan melarang rombongan untuk meneruskan perjalanan. 

Dibantu pria bernama Billaud, Drouet mendatangi beberapa penduduk Varennes untuk membantunya menghadang kereta. menyalakan alarm kota dan memblokir jalan. Ia meminta rombongan keluar dari kereta dan mengikutinya menuju ke rumah walikota Varennes yang juga seorang pedagang bernama Strausse. Saat berjalan menuju ke rumah walikota Strausse, terdapat 6 orang tentara yang melintas. Namun tak ada satupun yang meminta bantuan mereka, bahkan tidak Marie Antoinette. Bisa saja enam tentara ini melepaskan mereka dengan mudah sebab Drouet hanya ditemani oleh delapan penduduk pria tanpa senjata, namun mereka tanpa komandan. Sejatinya terdapat sekitar 60 tentara dipimpin oleh dua komandan yang telah menunggu di pinggir kota Varennes. 

Mendengar alarm, pasukan mulai sadar apa yang terjadi. Mereka panik dan tidak bisa mengambil putusan tanpa ada perintah kilat meskipun mereka berjumlah 60 orang. Komandan dan pasukannya bergegas menuju ke De Bouille dan melaporkan bahwa rombongan Raja Louis XVI ditahan. Kurang dari sejam kemudian, tiga detasemen pasukan yang berjumlah sekitar seratusan pasukan, mendatangi tengah kota. Beberapa komandan mendatangi raja Louis XVI dan meminta perintah. Raja Louis XVI hanya bisa mengatakan kini ia dan keluarganya menjadi tahanan. Tak ada komandan yang menangkap jawaban ini sebagai "tanda" untuk membebaskan dirinya dan rombongan. Tak lama kemudian, kurir rombongan tiba bersama seorang pria, bernama Major Prefontaine. Marie menduga pria ini adalah mata-mata La Fayette. Ia mengaku tidak mengenal Ny de Korff dan juga mengatakan punya "rahasia" tanpa menjelaskan lebih lanjut. Setelah pergi, rombongan Marie tidak pernah melihat atau mendengar pria ini lagi. 

Louis XVI kemudian menjelaskan bahwa tidak ada niat dirinya untuk keluar dari kerajaan Perancis. Ia keluar dari Paris dan hanya berniat ke Montmeidy. Ia mohon diperbolehkan melanjutkan perjalanan. Sementara Marie Antoinette berbicara dengan istri Strausse, mengatakan bahwa ia dan keluarganya bakal dalam kondisi berbahaya kalau diminta kembali ke Paris. Marie Antoinette memohon nyonya Strausse untuk menggunakan kekuasaan suaminya untuk membiarkan mereka pergi. Meskipun tidak ada niat buruk ke raja Louis XVI, namun Strausse tidak berani bertindak. Kedua anak Louis XVI tidur, Marie Antoinette menatap ke arah mereka tanpa daya. 

Tanpa sepengetahuan Louis XVI dan rombongan, saat mereka dalam perjalanan, masyarakat merangsek masuk ke istana Tuileries, merusak perabotan dan menurunkan foto Louis XVI. Tanggal 22 Juni 1793 pukul 7 pagi, seorang pasukan La Fayette bernama pak Romeuf tiba. Ia menyampaikan perintah La Fayette kepada Strausse. Louis XVI dan rombongan keluar dari rumah Strausse dan kembali ke Paris sebelum pukul 8 pagi. Dalam perjalanan kembali, mereka bertemu dengan penduduk yang mengancam Marie Antoinette dan Louis Charles. Namun di kota Chalons, pemerintah setempat memperlakukan Louis dan rombongan dengan hormat. Hotel de Ville dipersiapkan untuk menjamu Louis beserta rombongan untuk makan malam. Keesokan hari, Louis dan rombongan diantar untuk menghadiri misa di katedral sebelum melanjutkan perjalanan. 

Di kota kecil Epernay,  rombongan Louis XVI yang turun dari kereta dikerumuni banyak orang. Demi keamanan, seorang komandan menggendong Louis Charles berjalan ke pintu masuk hotel. Majelis di Paris mengirim tiga orang untuk mengawasi mereka,  Barnave, Petion dan Latour Maubourg. Tanggal 25 Juni 1793 siang, rombongan mulai tiba di Paris. Mereka tidak diperbolehkan mengambil rute terdekat sehingga menyaksikan dikepung oleh massa yang beringas. Beberapa mendekat ke kereta, bahkan ada yang naik ke atap kereta. Barnave dan Latour menghadang massa agar tidak menjebol pintu kereta. Marie Antoinette menurunkan jendela dan memohon orang-orang yang mendekat itu berhenti. Ia beralasan, anak--anaknya tercekik. Seseorang membalas "kita akan segera mencekikmu".

Di istana Tuileries, Marie Therese melanjutkan studinya di bawah pengawasan nyonyan Mackau. Tetapi proses belajar Marie Therese sering terganggu oleh teriakan-teriakan massa di bawah, bernada mengancam Louis XVI dan Marie Antoinette.

Drouet, pria pengawas yang menggagalkan pelarian ayah Marie, merupakan putra dari ketua pengawas yang lahir pada 1757. Pada 1793, Drouet ditahan di penjara Austria. Siapa sangka nasibnya akan dibebaskan dengan ditukar Marie Therese pada akhir 1795. Namun ia kembali dipenjara karena terlibat konspirasi Barbaroux. Sejengkal lagi hampir mati dipenggal, Drouet meloloskan diri dari penjara dan kabur ke Swiss. Ia sembunyi di bawah jerami, di kereta petani susu. Drouet berencana lari ke India, namun ia terhenti di Teneriffe. Pada 1797, ia kembali ke Paris di bawah pemerintahan Bonaparte. Namun pada 1814, paman Marie kembali menguasai Perancis sebagai raja Louis XVIII. Drouet dihentikan. Setelah itu, tidak ada lagi kabar Drouet. 

Bodyguard Valori, bernama lengkap Francis Florent, Comte de Valori merupakan pria kelahiran Toul pada 1763. Setelah pelarian ke Montmeidy gagal, ayah Marie tidak dapat menjamin keselamatan Valori dan menyarankan agar Valori melarikan diri keluar dari Perancis. Valori menetap di Prussia. Pada 1814, Valori kembali di bawah pimpinan paman Marie, raja Louis XVIII. Valori juga menulis artikel tentang pelarian keluarga Marie ke Montmeidy. Ia wafat pada tahun 1822. Bodyguard lain, Martois juga menulis perjalanan pelarian ini.