Selama delapan tahun, Kelahiran dia sejatinya dinantikan oleh masyarakat Perancis pada umumnya dan keluarga kerajaan pada khususnya. Kedua orang tuanya adalah sosok terkenal, yaitu raja Louis XVI dan Marie Antoinette. Ibunya yaitu Marie Antoinette berasal dari kerajaan Austria. Kedua orang tua Marie menikah di usia yang masih sangat belia, yang mana ayahnya saat itu masih berstatus Dauphin/pangeran dan berusia 15 tahun. Sementara ibunya masih berusia 14 tahun. Pada tahun 1774, ayah ibunya meneruskan tahta menjadi raja dan ratu. Ayahnya mengatakan "kita masih sangat muda, ini berat Tuhan"
Saat ia lahir pada 19 Desember 1778, kelahiran dia yang dinanti agak mengecewakan sebab ia seorang perempuan. Masyarakat meminta seorang laki-laki untuk menjadi penerus tahta. Ibunya mengatakan "tak apa mereka tak menginginkan kamu, kamu menjadi milikku". Tak lama setelah kelahiran Marie Therese, ayahnya menghadiahkan sebuah rumah "petit trianon" kepada sang ibu. Ayahnya memahami kondisi sang ibu yang tidak menyukai rutinitas kerajaan yang sangat kaku melelahkan. Rumah itu adalah bekas rumah yang dibangun sang kakek buyut, yaitu raja Louis XV untuk salah satu selirnya yang bernama Nyonya Pompador. Bahkan ayahnya membebaskan ibunya mendesain ulang rumah tersebut sesuai selera. Sang ibu melakukan renovasi yang konon menghabiskan dana sangat banyak, hal yang ironis di saat harga roti sedang tinggi. Ia membuat sungai tiruan, taman dan peternakan di sekitar rumah itu.
Empat tahun kemudian tepatnya pada 1781, Marie mendapatkan adik laki-laki yang sangat dinanti, yaitu Louis Joseph. Pada 1785, Marie kembali mendapatkan adik laki-laki, Louis Charles. Posisi kedua orang tua Marie terasa aman sebab mereka memiliki dua anak laki-laki. Pada 1789, Marie dikaruniai seorang adik perempuan bernama Sophie. Namun Sophie hanya bertahan hidup selama setahun.
Ibunda Marie dikenal sebagai sosok yang ramah namun suka berhura-hura. Meskipun saat itu kondisi ekonomi Perancis tidak baik, namun ibunda Marie tetap gemar berjudi, membeli pakaian yang mewah, berpesta dan memesan makanan-makanan mahal. Konon dalam setahun, ibunya belanja 150 pakaian mewah. Sang ibu juga memiliki seorang asisten busana bernama Leonard. Rambut sang ibu kerap didesain setinggi 90 cm. Masyarakat mulai memberi julukan sang ibu "Madame Deficit". Ia dianggap sebagai sosok yang membuat masyarakat Perancis kekurangan pangan dan ekonomi yang buruk. Roti sebagai makanan pokok masyarakat hampir tidak layak dikonsumsi karena bertekstur sangat keras seperti batu.
Pada 4 Juni 1789, adik sulung laki-laki Marie wafat akibat tuberkulosis tulang. Pada 5 Oktober 1789, ratusan wanita merangsek ke istana Versailles. Di depan mereka, ibunda Marie memberi hormat tanda minta maaf. Mereka menuntut agar keluarga Marie Bourbon segera ke Paris. Pemerintah menempatkan Marie dan keluarga sebagai tahanan rumah di Tuileries.
Pada Juni 1791, ayah, ibu, bibinya yang bernama Elisabeth, Louis Charles dan pengasuhnya yaitu Nyonya Tourzel melarikan diri. Sejatinya mereka hendak menuju ke Montmeidy. Di kota itu banyak royalis, pendukung kerajaan. Jika telah sampai, ayah Marie berencana mengadakan kontra revolusi. Pelarian itu dibantu oleh rekan baik sang ibu yang bernama Axel Von Fersen. Pria kelahiran Swedia yang tampan itu merupakan pria idaman lain sang ibunda. Di tengah perjalanan, ayah Marie Therese meminta Axel untuk pergi meninggalkan mereka. Setelah menempuh perjalanan selama hampir 24 jam, perjalanan mereka gagal sebab salah satu mengenali wajah ayahnya sebagai seorang raja dari sebuah uang koin. Di Varennes, mereka dipaksa kembali. Pelarian ini konon mencoreng reputasi keluarga Marie di mata orang-orang yang masih mendukung kerajaan.
Pada 10 Agustus 1792, masyarakat Perancis menggeruduk istana Tuileries dan memaksa keluarga Marie ditahan di penjara Temple. Pada 14 Agustus 1792, Marie sekeluarga tiba di penjara Temple pukul 7 malam. Mereka ditemani oleh beberapa rekan dan pegawai setia. Mereka adalah nyonya Lamballe, bapak Hue dan Chamilly, nyonya Tourzel dan putrinya Pauline, nyonya Navarre yang menjaga putri Elisabeth, nyonya Cimbris yang menjaga Louis Charles, nyonya Thibaut yang menjaga sang ibu, tiga tukang masak yaitu Turgy, Chretien dan Marchand. Selama ditahan, ayah Marie mengajarkan pelajaran geografi kepada adik Marie. Ibunda Marie mengajarkan sejarah. Sementara bibi Elisabeth mengajarkan matematika. Beruntung ayah Marie menemukan sebuah perpustakaan yang membuatnya tak merasa bosan berada di tahanan. Ibunda Marie menyibukkan diri dengan menyulam dan juga bermain piano.
Pada 20 Agustus 1792 jam 1 pagi, diperintah bahwa semua orang yang bukan anggota kerajaan harus segera meninggalkan Temple. Hal ini memicu protes dari ibunda Marie. Ibunda Marie bersikeras bahwa Nyonya Lamballe merupakan anggota kerajaan. Nyonya Lamballe sejatinya memiliki hubungan keluarga dengan kerajaan. Ia pernah menikah dengan salah satu pangeran/dauphin (cucu raja Louis XIV) namun sang pangeran wafat di usia muda. Namun tetap saja Nyonya Lamballe harus pergi. Mereka semua saling berangkulan, berharap akan berjumpa lagi beberapa hari kemudian. Kedua asisten sang ayah juga dibawa pergi. Setelah mereka pergi, Marie, ibu, bibi dan adiknya tidak dapat kembali tidur. Ia yakin ayahnya juga terbangun namun sang ayah tidak beranjak dari ruangan.
Keesokan hari jam 7 pagi, mereka mengetahui bahwa mereka tidak akan kembali lagi ke Temple dan mereka telah dibawa ke La Force. Nyonya Tourzel dan putrinya, Pauline kemudian dipindah ke penjara Port Royal. Jam 9 pagi, mereka sangat terkejut namun senang bahwa pegawai sang ayah yaitu bapak Clery kembali lagi ke Temple sebab mereka mengatakan bapak Clery tidak bersalah.
Ibunda Marie tidur bersama adik Marie. Sementara Marie tidur bersama bibi Elisabeth. Sang ayah tetap berada satu lantai di atas ruangan Marie Therese. Setiap pagi, Marie dan adiknya naik ke ruangan ayah mereka untuk sarapan. Setelah itu ketiganya turun ke ruangan sang ibu untuk menghabiskan waktu bersama. Setiap pagi, Marie juga berjalan-jalan di kebun bersama sang adik dan ayahnya demi kesehatan sang adik. Tentu mereka tidak mengetahui bahwa penjara La Force menjadi target serangan warga yang tidak menginginkan penjara di isi oleh para bangsawan. Pengasuh Marie Therese yaitu nyonya Tourzel dan anaknya diselamatkan oleh seorang pria misterius. Pria misterius yang mengaku sebagai Bapak Hardi ini meminta Tourzel dan Pauline melarikan diri dari Paris sebab sewaktu-waktu mereka bisa ditahan lagi. Tourzel dan Pauline kemudian pergi ke Aboundant, tinggal di rumah anak lelakinya, yang juga saudara laki Pauline. Sementara nyonya Lamballe tidak beruntung. Ia diseret keluar, dipaksa untuk mengucapkan kalimat yang menentang keluarga kerajaan, namun ia menolak. Ada pria suruhan ayah mertua Lamballe, membujuk Lamballe untuk mengatakan saja agar ia dapat selamat. Namun Lamballe tetap menolak. Dahi Lamballe ditombak, lalu dadanya dibelah untuk diambil jantungnya. Kepalanya dipenggal.
Pada 3 September 1792 jam 3 sore, Marie sekeluarga mendengar suara rentetan tembakan di luar. Petugas penjara menutup pintu dan jendela berikut korden. Ayah Marie diberitahu bahwa mereka yang di luar ingin mempertontonkan potongan kepala Nyonya Lamballe kepada keluarga kerajaan. Meski tidak melihat sendiri, ibunda Marie sangat shock.
Pada 21 September 1792, kerajaan diruntuhkan. Semenjak ayah Marie bukan seorang raja, ia tidak lagi dihormati. Ayah Marie hanya dipanggil nama Louis atau Bapak. Pemerintah bernama Pethion mengirim dua petugas untuk berjaga di ruangan ayah Marie. Mereka menyita pedang milik ayah Marie dan juga memeriksa isi kantong pakaian sang ayah. Pethion juga mengirim juru kunci penjara bernama Rocher. Rocher ini seorang perokok namun ayah Marie tak menyukai baunya. Mengetahui hal itu, Rocher justru sengaja meniupkan asap rokok ke wajah ayah Marie.
Berikutnya mereka hendak memisahkan ibunda Marie dengan cara memindahkan ke ruangan di atas ruangan ayah Marie. Namun mereka tidak berhasil sebab Marie Therese dan bibi Elisabeth mengikuti. Ruangan baru itu kurang menyenangkan sebab jendela ditutup oleh tiang besi dan tirai. Asap dari cerobong juga sangat mengganggu. Adik Marie dipindah ke ruangan sang ayah yang berada di bawah ruangan baru mereka.
Ayah Marie selalu bangun tidur pukul 7 pagi dan kemudian berdoa hingga pukul 8 pagi. Kemudian ayah Marie berganti pakaian dan kemudian mengganti pakaian adik Marie. Pukul 9 pagi, ayah dan adik Marie naik ke ruangan di atas untuk sarapan bersama. Setelah itu ayah Marie mengajak adik Marie turun lagi untuk belajar hingga pukul 11 siang. Setelah itu adik Marie bermain-main. Pukul 9 malam, ibunda Marie turun ke ruangan ayah Marie untuk mengganti pakaian adik Marie persiapan tidur. Setelah tidur, semuanya naik ke atas, ayah Marie duduk hingga pukul 11 malam.
Bibi Elisabeth menghabiskan waktu berdoa, membaca buku agama dan meditasi. Sang bibi dan ayah Marie juga menjalani puasa yang diwajibkan oleh gereja Katolik.
Ayah Marie diharuskan menjalani persidangan yang sebenarnya tak berguna sebab akhirnya juga harus dihukum mati. Dari total 690 voting, 380 memvoting eksekusi segera. Sisanya meminta pengampunan untuk Louis XVI. Pada 20 Januari 1793 malam, ayah Marie melakukan pertemuan keluarga. Ia menasihati adik Marie untuk memaafkan mereka yang telah menjatuhi hukuman mati kepadanya. Ia kemudian memberkati Marie dan sang adik. Ibunda Marie mengatakan bahwa sebaiknya mereka menghabiskan waktu terakhir bersama. Namun ayah Marie menolak, ia ingin menghabiskan waktu dengan tenang. Ibunda Marie kemudian meminta agar esok hari bertemu lagi dan disetujui. Namun pada faktanya, esok hari ayah Marie meminta petugas penjara untuk melarang mereka turun ke ruangan. Ayah Marie tak ingin larut dalam perasaan sedih.'
Kemudian datang seorang pria sepuh bernama Malesherbes, yang datang menangis sambil memeluk kaki Louis XVI. Ia diajak berbincang berdua oleh ayah Marie Therese dan kemudian tidur di kamar Clery. Malam hari terakhir, ayah Marie masih bersantap malam seperti biasa. Hal ini mengagetkan petugas sebab mereka mengira ayah Marie bakal bunuh diri. Ayah Marie mengatakan "saya tidak selemah itu" Setelah santap malam, ia pun pergi tidur. Lagi-lagi mengesankan, sebab ayah Marie Therese tidur sangat pulas hingga mengorok keras dan terbangun jam 4 pagi oleh suara tabuhan drum.
Malesherbes, pria sepuh berusia 71 tahun ini adalah salah satu dari tiga pria yang membela Louis XVI di hadapan Majelis Rakyat Perancis. Ketika voting untuk mengeksekusi Louis XVI lebih banyak daripada yang menolak, adalah Malesherbes sangat kecewa. Kelak pada April 1794, Malesherbes bersama putrinya, menantu laki-laki, cucu dan cucu menantu ditangkap dengan tuduhan membantu para pelarian politik. Setelah ditahan, mereka akan dihukum penggal. Sebulan kemudian, tepatnya pada 10 Mei 1794, giliran adik perempuan Malesherbes, Nyonya Senozan, bersama adik perempuan Louis XVI, putri Elisabeth, yang menjalani hukuman mati.
Clery, sang asisten setia menjadi saksi di jam-jam terakhir hidup Louis XVI. Sementara Turgy menjadi saksi bagaimana sang istri, Marie Antoinette, putri Elisabeth, Marie Therese dan Louis Charles menghadapi situasi ini. Marie Antoinette meminta kedua anaknya untuk sarapan, namun mereka menolak.
Ayah Marie dibawa ke tempat eksekusi menggunakan kereta kuda dan diiringi oleh pasukan penabuh drum. Ayah Marie tampak tenang dan tegar. Di atas panggung eksekusi, ayah Marie sempat berpidato singkat namun kurang terdengar. Hanya orang-orang yang didekatnya mendengar. Ayah Marie mengatakan "saya memaafkan mereka yang menjatuhi hukuman mati. Saya bersih dari kejahatan-kejahatan yang dituduhkan kepada saya. Saya berdoa agar darah saya tidak jatuh ke Perancis lagi". Konon ayah Marie hendak mengatakan sesuatu lagi, namun drum segera diperintahkan untuk ditabuh. Raja Louis XVI dieksekusi pada pukul 10.10 pagi. Beberapa penonton mengusap saputangan mereka ke darah ayah Marie. Pada 2012, tes DNA membuktikan bahwa itu benar darah ayah Marie. Adik Marie menjadi raja Louis XVII. Jasad ayah Marie segera dibawa ke pekuburan Madeleine. Sebelum dimakamkan, jasad ayah Marie didoakan secara singkat di gereja dekat pekuburan. Kepala ayah Marie diletakkan di antara kaki dan dimakamkan tanpa nisan.
Di penjara, putri Elisabeth mendengar suara meriam pertanda bahwa Louis XVI sudah wafat, ia segera menengadah ke atas sambil menangis "monster monster, mereka kini senang". Ibunda Marie terdiam dalam kesedihan. Louis Charles menangis. Sementara Marie Therese berteriak sedih. Sebulan sepeninggal ayah Marie, Clery masih berada di temple, namun ia tak dapat berkomunikasi dengan keluarga. Setelah ia dibebaskan, ia bertemu Turgy dan memberikan sebuah catatan yang ditulis oleh raja Louis XVI berisikan "aku memberi wewenang kamu (Clery) untuk memberitahu Turgy betapa senangnya diriku dengan kesetiaannya dan dedikasinya. Aku memberinya restu dan memohon dia untuk melanjutkan perhatiannya untuk keluargaku"
Saat paman Marie bertahta sebagai raja Louis XVIII pada tahun 1815, ia memerintahkan agar jasad sang kakak dan kakak ipar digali untuk dipindah ke gereja Basilica St Denis. Jasad putri Elisabeth juga dicari, namun hasilnya nihil. Tahun 1816 hingga 1826, dibangun monumen untuk keduanya. Monumen ini masih ada hingga kini.
Sehari setelah wafatnya ayah Marie, ibu Marie meminta bertemu dengan Clery. Ia adalah orang yang terakhir menemani ayah Marie, berharap mungkin ada pesan yang disampaikan sebelum eksekusi. Namun petugas mengatakan kondisi Clery sangat buruk sehingga tidak memungkinkan bertemu. Konsel Umum melarang ibu Marie bertemu Clery namun mengijinkan ibu Marie mengenakan pakaian berkabung. Clery konon menyimpan cincin pernikahan untuk disimpan ibu Marie. Ayah Marie juga memberikan sebuah paket berisi seikat rambut ibu Marie dan berpesan ia sangat menyayangi rambut itu.
Bagaimana perasaan Clery sepeninggal sang majikan? Saat dikunjungi, ia tampak depresi dan enggan makan. Bahkan beberapa kali hampir pingsan. Dalam wasiatnya, ayah Marie memberikan pakaian, jam tangan, buku-buku, dompet dan barang-barang kecil lain yang masih disimpan di Dewan Pimpinan Rakyat kepada Clery.
Sepeninggal ayah Marie, ibunda Marie tak lagi mau turun ke taman. Hal itu disebabkan ia harus melewati ruangan bekas ayah Marie dan ia tak bisa menahan perasaannya. Namun ibu Marie mengkhawatirkan kondisi adik Marie yang membutuhkan udara segar. Sehingga pada akhir Februari 1793, ibu Marie meminta ijin untuk naik ke atas untuk menghirup udara segar. Pada 25 Maret 1793 malam, cerobong asap mengalami kebakaran. Saat dijenguk oleh petugas bernama Chaumet, ibu Marie ditanya memiliki keinginan apa. Ibu Marie ingin dibuatkan pintu tambahan antara ruangannya dengan bibi Elisabeth (adik ipar) sehingga ada tambahan udara. Keinginan ini ditanggapi dengan omelan oleh petugas lain. Chaumet mengatakan kesehatan memang penting, ia akan menyampaikan ke petinggi lain. Namun keinginan ini ditolak.
Meskipun banyak petugas bersikap kasar, namun Marie mengatakan ada beberapa yang sangat baik terhadap mereka. Namun Marie tidak menyebutkan siapa saja demi keselamatan mereka. Suatu hari saat pemeriksaan, mereka menemukan sebuah topi yang disimpan bibi Elisabeth. Bibi Elisabeth mengatakan bahwa topi itu diberi kakaknya (ayah Marie) saat mereka baru tiba di Temple. Mereka menyita topi itu sebagai barang yang patut dicurigai.
Di lain hari pada hari Kamis, adik Marie terserang demam dan mengeluh pusing. Ibu Marie meminta petugas mengirim dokter namun ditolak. Mereka mengatakan bahwa ibu Marie berlebihan, itu hanyalah perasaan cemas seorang ibu. Namun demam adik Marie berkelanjutan hingga esok hari. Setiap menjelang malam, demam sang adik semakin tinggi. Bibi Elisabeth meminta Marie untuk tidur di ruangannya agar Marie tidak tertular sakit. Baru pada hari Minggu, dokter penjara bernama Thierry datang untuk mengecek kondisi adik Marie. Ia pun diberikan obat. Pada Mei 1793, Chaumet datang lagi bersama rekan Hebert. Ia menanyakan ada keluhan apa dari ibu Marie. Ibu Marie mengeluhkan susahnya mendapat dokter untuk adik Marie.
Pada 3 Juli 1793 sekitar pukul 10 malam, para penjaga datang hendak memindahkan paksa adik Marie. Sang adik sedang tertidur. Namun seorang petugas tampaknya bersandar pada sebuah selendang yang digunakan sebagai tirai ranjang. Tirai itu terjatuh ke arah sang adik hingga terbangun. Adik Marie langsung memeluk ibu Marie sambil menangis memohon agar tidak dipindah. Selama satu jam, keduanya beradu argumentasi. Seorang petugas mengatakan "untuk apa ribut, toh anak ini tidak akan dibunuh". Petugas beberapa kali mengancam akan menggunakan kekerasan. Pada akhirnya ibunda Marie menyerah, Ia mengganti pakaian adik Marie sambil menangis dan menyerahkan kepada petugas. Namun sang adik kembali berbalik. Petugas mulai kehilangan kesabaran "Berhenti menceramahi anak ini!". Sebelum pergi, adik Marie mencium sang ibu, kakak dan bibi Elisabeth. Ibu Marie kemudian memohon agar bisa dipertemukan dengan adik Marie hanya di setiap jam makan. Keinginan ini tidak dikabulkan. Belakangan diketahui bahwa adik Marie dirawat oleh Simon, tukang sepatu yang berpendidikan rendah dan berperangai kasar.
Pada 2 Agustus 1793 pukul 2 pagi, ibunda Marie dibangunkan paksa. Ia akan dipindah ke Conciergerie untuk disidang. Marie dan bibi Elisabeth memohon untuk menemani namun tidak diperbolehkan. Ibu Marie berganti pakaian di hadapan petugas. Sebelum pergi, ia menciumi Marie, meminta untuk menjaga kesehatan dan memperlakukan bibi Elisabeth sebagai ibu sambung. Anjing kecil jenis spaniel bernama Thisbie berusaha mengikuti ibunda Marie namun dilarang petugas untuk ikut ke kereta. Thisbie berlari mengikuti kereta tersebut. Setiba di Conciergerie, Thisbie berusaha menyusup di antara kaki ibu Marie namun ditendang keluar oleh petugas. Sejak itu, setiap hari Thisbie menunggu di tempat yang sama sambil meraung. Penjaga yang merasa terganggu oleh si anjing, berusaha menakuti dengan menodongkan pucuk bayonet. Thisbie tidak pernah meninggalkan tempat itu kecuali saat lapar. Thisbie pergi dari rumah ke rumah di sekitar untuk mendapatkan sisa makanan. Di hari pertama setiba di Conciergerie, ibu Marie ditempatkan sementara di ruangan milik pemimpin penjara bernama Richard. Setelah itu, ibu Marie ditempatkan di ruangan yang sangat lembab sebab di dekat situ ada aliran sungai. Petugas selalu mengawasi ibu Marie di ruangan itu. Marie dan bibi Elisabeth memohon agar ibu Marie dibawakan air minum dari Viledavre sebab ibu Marie tidak dapat meminum air dari sungai, yang dapat membuatnya sakit. Sebagian petugas setuju, yang lain keberatan.
Tentang adik Marie, setiap hari ia mendengar Simon dan adiknya bernyanyi dengan jendela terbuka sehingga petugas bisa mendengar. Simon memakaikan topi merah di kepala sang adik. Sebelum sang adik dipindah, ibu Marie berharap agar baju berkabung sang adik tidak diganti. Namun setelah di tangan Simon, pertama yang dilakukan justru mengganti pakaian berkabung tersebut. Pada akhir Agustus, sang adik jatuh sakit setelah dipaksa makan banyak dan minum anggur.
Marie menghabiskan bulan September 1793 dengan lumayan tenang. Ia masih bisa ke atap setiap hari. Marie mendengar selentingan bahwa sang ibunda hampir lolos dari tahanan. Namun penjaga terakhir yang sudah disuap justru menolak melepaskan ibu Marie. Marie juga mendengar bahwa istri penjaga ruangan ibu Marie (nyonya Richard) sangat baik terhadap ibu Marie. Mengetahui ibu Marie tak bisa minum air dari sungai, Nyonya Richard mengambil resiko membawakan dari mata air lain. Ia juga menyediakan makanan yang layak seperti ayam dan buah-buahan yang diperoleh langsung saat Nyonya dan bapak Richard belanja ke pasar. Pasutri Richard dibantu ole Rosalie Lamorliere. *Silahkan baca di bagian lain tentang Marie Antoinette dan Rosalie Lamorliere*.
Petugas kembali mendatangi ruangan Marie untuk mengambil sisa pakaian ibu Marie tetapi menolak memberitahu kondisinya. Diketahui ternyata Ibu Marie Therese menulis surat untuk dirinya, tidak panjang namun jelas : "Saya hendak memberitahu kamu, anakku, bahwa saya baik, saya tenang, dan saya merasa damai jika anakku yang kasihan ini terbebas dari perasaan gelisah. Saya memelukmu dan juga bibimu. Tolong kirimkan (menyebut beberapa potong pakaian dan asesoris)" Surat ini tidak ditandatangani sang ibunda namun oleh petugas. Tetapi surat ini juga tidak sampai di tangan Marie Therese.
Tison yang biasa mengerjakan tugas domestik seperti membersihkan lantai dan merapikan tempat tidur, tiba-tiba diberhentikan. Mereka tak ingin tahanan mereka diberikan kenyamanan. Jadi, Marie Therese dan bibi saling membantu mengerjakan. Esok harinya, datang lagi untuk mengumumkan perubahan pada menu makanan, dengan alasan ekonomi. Untuk peralatan makan, tidak diperbolehkan menggunakan keramik dan juga perak. Alas tidur diganti bahan yang lebih rendah kualitas. Sang bibi menderita radang kulit di lengan. Seorang penjaga penjara memberikan obat oles, sementara yang lain tak peduli. Bibi Elisabeth menyuruh Marie untuk membiasakan diri berjalan cepat selama satu jam setelah makan. Memercikkan air ke udara di ruangan agar merasa segar. Merapikan ruangan. Ia juga mengajarkan sang keponakan untuk menata sendiri rambutnya, memakai baju, memasang korset, menambal stoking dan pakaian seorang diri.
Pada 8 Oktober 1793, Chaumet datang lagi bersama Pachet, David dan selusin petugas. Pachet meminta Marie untuk turun ke bawah. Bibi Elisabeth hendak menemani tentu ditolak. Ia menanyakan apakah Marie akan kembali, Chaumet pun membalas "kamu bisa mempercayai kata-kata republikan" Marie menyerahkan keselamatan dirinya pada Tuhan. Di tengah perjalanan, Marie berpapasan dengan adiknya. Ia pun menciumi Louis namun segera ditarik oleh istri Simon dan meminta Marie masuk ke ruangan sebelah. Di ruangan itu Marie duduk berhadapan dengan Chaumet. Marie ditanya apakah ia mengenal beberapa nama yang disebutkan, Marie menjawab tidak. Setelah menjawab semua pertanyaan dan kembali ke ruangan, giliran bibi Elisabeth yang diberikan pertanyaan yang sama.
Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 11 Oktober 1793, tukang masak yang setia dan cerdas bernama Turgy dipaksa keluar dari penjara Temple. Dua hari kemudian, bapak Hue ditahan. Bapak Hue merupakan asisten mendiang ayah Marie. Nama lengkapnya Francois Hue, lahir pada 18 November 1757.
Tanggal 16 Oktober 1793, sekitar 4.30 subuh dan setelah melewati persidangan yang hampir 23 jam, ibu Marie didakwa mati. Ibu Marie menghabiskan sisa jam untuk menulis surat kepada bibi Elisabeth. Namun surat ini tidak disampaikan ke bibi Elisabeth namun beruntung sejarah merekam isi surat ini. Berita eksekusi ibu Marie tidak disampaikan kepada bibi Elisabeth dan Marie.
Bibi Elisabeth mengeluarkan sebuah paket kecil berisi potongan rambut ayah dan ibu Marie Therese, kemudian ditambahkan potongan rambut sang bibi. Suvenir rambut itu diberikan kepada Marie Therese. "Berikan hatimu kepada Tuhan. Tuhan memberi kita ujian karena Tuhan sayang kita" Sejatinya bibi Elisabeth hendak memberikan kenangan berupa tulisan, namun semua peralatan tulis sudah disita dari ruangan.
Bibi Elisabeth
Pada 9 Mei 1794 pagi, pintu penjara diketuk dengan kasar. Bibi Elisabeth meminta waktu sebentar untuk berpakaian sebelum membuka pintu. Petugas mengatakan "tak ada waktu untuk itu". Pintu seolah mau didobrak saking kasarnya. Beberapa petugas datang hendak membawa sang bibi pergi. "Apakah keponakanku akan tetap di sini?" Dengan kasar dijawab "bukan urusanmu!" Sang bibi mengatakan "Jangan sedih. Aku akan kembali". Petugas penjara menjawab "Tidak. kau tidak akan kembali. Ambil topimu dan turun! ". Bibi Elisabeth memeluk Marie, dan meminta Marie berserah pada Tuhan. Saat di bawah Temple, Marie melihat petugas mengecek bibi Elisabeth lagi dan tidak menemukan apapun di dalam pakaiannya. Dalam ketakutan, Marie Therese melihat kepergian sang bibi sampai tak lagi nampak di pandangannya. Beberapa hari kemudian, Marie Therese meminta petugas penjara membawakan beberapa pakaian untuk sang bibi sebab saat pergi, sang bibi hanya membawa sedikit pakaian. Petugas mengatakan "itu sangat tidak mungkin".
Bibi Elisabeth sampai di Conciergerie pukul 8 pagi. Ia diharuskan menunggu dua jam di ruang tunggu, bagian dokumentasi. Kemudian sang bibi dibawa ke atas untuk menjalani interogasi. Salah satu pertanyaan adalah mengenai pelarian Elisabeth bersama keluarga Marie Therese pada pertengahan 1791 silam. Mereka menuduh bahwa Elisabeth dan yang lain hendak melarikan diri dari Perancis dan bergabung dengan para pendukung revolusi Perancis di luar negeri dan juga negara musuh Perancis. Hal ini dibantah oleh Elisabeth. Sejatinya kakak Elisabeth, raja Louis XVI hendak ke Montmeidy, salah satu kota di Perancis yang masih memiliki dukungan besar ke kerajaan. Dalam pelarian ini, bukanlah keinginan Elisabeth, namun karena ia menghormati ajakan sang kakak. Setelah persidangan selesai, Elisabeth menandatangani setiap dokumen sebelum kembali ke Conciergerie.
Di masa Revolusi ini, setiap hari selalu ada tahanan yang masuk ke Conciergerie, tetapi juga ada tahanan yang keluar untuk dieksekusi. Ruang tunggu Conciergerie berada di sebelah kiri pintu masuk utama. Ruang ini dibagi dua bagian. Satu ruang untuk dokumentasi, untuk para tahanan yang baru datang. Satu ruang lagi untuk para tahanan sebelum dibawa pergi untuk dieksekusi. Biasanya para tahanan malang ini menunggu 36 jam di ruang tunggu.
Agak beruntung bahwa Elisabeth diberikan ruang untuknya seorang diri. Ia menempati area di bawah pengawasan bapak Richard (baca artikel Marie Antoinette dan Rosalie Lamorliere). Bibi Elisabeth menanyakan keberadaan Marie Antoinette pada bapak Richard. Bibi Elisabeth tahu betul bahwa Marie Antoinette dibawa dan ditahan di gedung yang kini ia tempati. Takut menjawab dengan jujur, bapak Richard berbohong "Dia sangat baik, dan tidak butuh apapun". Pagi harinya, Elisabeth menanyakan waktu pada bapak Richard. Bapak Richard menunjukkan jam kantong ke arah Elisabeth. "kakak perempuanku juga memiliki jam yang sangat mirip" Kemudian ia meminum sedikit coklat panas untuk sarapan sebelum menuju ke pintu utama penjara pada pukul 11. Di sana, sudah menunggu beberapa tahanan wanita. Salah satunya adalah nyonya Senozan, saudari dari Malesherbes. Malesherbes adalah salah satu orang yang membela Louis XVI di hadapan Majelis Rakyat Perancis. Malesherbes telah dipenggal mati sebulan sebelumnya bersama putri, menantu, cucu dan cucu menantu dengan tuduhan membantu para pelarian politik. Adalah Malesherbes salah satu pria yang menghabiskan malam bersama ayah Marie Therese bersama Clery, pegawai setia sang ayah.
Sambil menunggu, Elisabeth meninggalkan pesan kepada bapak Richard untuk disampaikan kepada Marie Antoinette. Seorang tahanan yang akan menjalani eksekusi mengatakan "nona, kakakmu telah bernasib seperti yang akan kita jalani". Mereka sengaja menempatkan Elisabeth di urutan paling terakhir yang akan dieksekusi. Namun Elisabeth disebut sangat tenang, ia siap mengorbankan dirinya untuk Tuhan. Ia bahkan menguatkan beberapa wanita yang dieksekusi sebelum dirinya. Mereka saling berpelukan. Elisabeth yang sudah seperti ibu angkat bagi Marie, wafat pada 10 Mei 1794 di usia 30 tahun. Padahal jika mau, sebelum ditangkap pun Elisabeth punya banyak kesempatan untuk menyelamatkan diri. Namun ia tetap berada di samping sang kakak tercinta, raja Louis XVI. Elisabeth telah menjadi yatim dan piatu sebelum ia berusia 4 tahun namun memiliki jiwa yang mengayomi. Pada hari yang sama, Maximilien Robespiere, tokoh revolusi yang dianggap jujur mengunjungi kios buku yang terletak di Palais-Royal, dan melihat-lihat buku seperti yang sering ia lakukan. Penjual buku bernama Maret berkata terus terang "Masyarakat bersuara lantang menentang kamu. Memang Elisabeth sudah berbuat kejahatan apa sehingga kamu menghukum dia mati?" Sambil melihat ke arah Barere yang menemani, Robespiere menjawab "percayalah Maret, bukan aku. Aku malah risau ingin menyelamatkan dia, namun bajingan Collot d'Herbois itu yang mengambil Elisabeth dariku"
Sehari setelah Elisabeth dipenggal, turun hujan sangat deras. Tak disangka, Robespiere mendatangi Marie Therese di penjara Temple. Ia hanya memandangi remaja yatim piatu itu sambil sesekali berbisik kepada penjaga penjara. Penjaga pun tak mengenali siapa pria di depannya. Bagaimana Marie Therese bisa mengenali Robespiere, ia tak menjelaskan namun ia memberi secarik nota yang memberitahu bahwa adiknya sakit. Ia sudah meminta ijin kepada pemerintah untuk merawat, namun belum ada jawaban, sekarang waktunya untuk meminta ijin lagi. Nota itu diambil oleh Robespiere dan ia pergi.
Marie Therese benar-benar tidak mengetahui apa yang terjadi pada ibunya dan bibinya. Ia menduga bibi Elisabeth sudah tidak lagi berada di Perancis. Dari seorang petugas, Marie diberitahu bahwa sang adik menempati ruangan persis di bawah ruangan miliknya. Ia meminta dipertemukan dengan sang adik, namun tak pernah digubris. Ia juga memohon dipertemukan sang ibu, tentu juga tak mungkin terjadi. Di dinding penjara, Marie Therese mengukir "Marie Therese merupakan orang yang paling tidak bahagia di dunia. Dia tidak mengetahui kabar ibunya, juga tidak bisa bertemu meskipun dia sudah bertanya ribuan kali. Hidup, ibuku yang baik! Ibu yang aku sayangi dengan sangat, tetapi tidak bisa mendengar berita apapun. Oh ayahku! Awasi aku dari surga di atas. Oh Tuhan! Maafkan mereka yang sudah membuat orang tuaku menderita."
Pemerintah mengutus Harmand De La Meuse dan rekan-rekannya untuk mengunjungi Marie Therese dan Louis Charles. Pertama kali, mereka menemui Louis Charles, kemudian menemui Marie di lantai atas. Kesan Harmand saat melihat kamar Marie adalah dingin dan lembab. Saat Harmand masuk, Marie Therese terlihat sedang duduk di kursi. Agak tinggi di atas, terdapat sebuah jendela dengan teralis besar. Hanya jendela ini yang satu-satunya memberi penerangan ke ruangan. Marie Therese nampak kedinginan. Ia mengenakan pakaian polos abu-abu. Sementara sepatu dan topi yang dikenakan nampak sudah butut. "Nona, kenapa anda duduk jauh dari tungku perapian sementara udara sangat dingin begini?" Marie menjawab "karena saya tidak bisa melihat kalau duduk di sana".
Harmand berkata lagi "kalau api dibuat besar, ruangan akan lebih hangat dan anda tidak akan kedinginan duduk di bawah jendela". Marie menjawab "mereka tidak memberi kayu yang cukup". Harmand menanyakan permintaan Marie pada dirinya. Marie meminta stok kayu lebih banyak dan meminta untuk dipertemukan adiknya. Untuk permintaan kedua, Harmand tidak mampu berbuat banyak karena pemerintahlah yang melarang dua saudara ini saling bertemu.
Kehidupan Marie Therese di penjara diisi dengan membaca dua buku secara berulang-ulang. Di dalam penjara memang ada sebuah piano, namun hanya ibunya yang memainkan piano tersebut. Suatu hari petugas mendapati Marie Therese sedang menyalakan air hangat untuk memanaskan kakinya. Petugas jaga pun menanyakan bagaimana ia bisa menyalakan api. Dia menyalakan dengan batu dan baja yang ditinggalkan oleh pegawai penjara bernama Tison. Petugas kemudian melarang Marie melakukan lagi dengan alasan tak ingin terbakar. Petugas juga menanyakan apakah Marie memiliki pisau atau gunting.
Makanan Marie Therese selama di penjara tidaklah buruk. Ia tetap mendapat ayam, ikan, jamur dan asparagus. Selain itu terdapat hidangan penutup seperti daging manis, kue dan sirup marshmallow. Makanan harus dihidangkan dengan baik, taplak meja juga harus diganti setiap hari. Ia juga diberikan privasi. Penjaga tidak diperbolehkan masuk ke ruangannya kecuali mengantar dan mengambil peralatan makan kosong. Tidak ada percakapan sampai penjaga pergi dan Marie boleh menutup pintu. Secara pakaian, Marie Therese juga termasuk beruntung. Pemerintah menyisihkan dana untuk mengirimkan kebutuhan itu. Di antaranya adalah korset, pita, handuk, bedak, alat sulam, benang dan sebagainya. Pakaian Marie juga dicucikan. Selain itu Marie juga mendapatkan teh, sirup kuntum jeruk, permen likoris.
Suatu malam, petugas bernama Laurent datang. Ia adalah pria muda kelahiran 25 Juli 1770. Penjaga penjara menunjukkan berbagai macam sebelum pergi. Keesokan hari jam 10 pagi, Laurent datang lagi. Ia menanyakan apakah Marie membutuhkan sesuatu. Laurent sangat sopan terhadap Marie. Laurent merupakan orang yang bertanggungjawab atas Marie dan adik Marie. Ia meminta agar adik Marie diperlakukan dengan lebih baik. Ia memindahkan tempat tidur dari ruangan Marie untuk mengganti tempat tidur adik Marie yang sudah penuh dengan kutu. Laurent kemudian memandikan sang adik. Namun sang adik tetap dibiarkan menempati ruangan seorang diri. Marie pun meminta dipertemukan dengan ibunya, namun Laurent mengatakan itu bukan wewenang dia. Laurent menanyakan apakah Marie sakit, Marie menjawab dirinya tidak sakit, hanya hatinya yang sakit. Laurent berkata :"kamu yang sabar. Percayalah pada kebaikan dan keadilan yang diberikan masyarakat Perancis". Laurent sangat perhatian pada Marie. Ia kerap menanyakan apakah Marie membutuhkan sesuatu, memanggil dirinya jika membutuhkan sesuatu. Ia juga mengembalikan batu dan baja yang sempat diambil petugas.
Pada awal November 1794, datang seorang pria yang bertugas membantu Laurent. Pria itu bernama Gomin, kelahiran 17 Januari 1757 yang blak-blakan namun memiliki rasa iba yang besar. Gomin sangat terkejut melihat kondisi buruk adik Marie. Ia sampai berniat mengundurkan diri dari tugasnya, namun ia tetap bertahan demi membantu mengurangi penderitaan adik Marie. Adik Marie dibiarkan di dalam ruangan tanpa penerangan dari sore hingga subuh. Bahkan Laurent tidak berusaha mengambil lampu. Namun Gomin melakukannya. Ia bahkan menemani Louis untuk menghibur hatinya. Gomin kemudian membawa Louis turun ke ruangannya, yang membuat Louis gembira.
Tiga kali sehari, Gomin dan Laurent mendatangi Marie Therese untuk memastikan tungku perapiannya tetap menyala, ruangannya bersih dan rapi, makanannya disajikan dengan baik. Namun mereka tidak pernah bercerita tentang apa yang terjadi pada ibu dan bibinya. Pemerintah berusaha menyediakan apapun yang diminta oleh Marie Therese, termasuk menyuplai buku-buku.
Musim dingin 1794 dilewatkan dengan lebih tenang bagi Marie dan adiknya. Marie bahkan diberikan lebih banyak buku dan kayu bakar. Adik Marie terserang demam beberapa kali. Ia banyak rebahan di dekat api unggun. Gomin dan Laurent berusaha membawa Louis naik ke atas untuk mendapatkan udara segar, namun Louis hanya di atas kurang dari 15 menit. Lutut Louis semakin membengkak. Tanggal 31 Maret 1795. Laurent kemudian diperintahkan untuk pergi karena ia dituduh bersimpati pada Teroris. Laurent kemudian digantikan oleh Etiene Lasne, seorang tukang cat. Menurut Marie, Lasne juga sama baik dengan Gomin.
Kondisi adik Marie semakin hari semakin memburuk. Pikiran Louis semakin ringkih akibat perlakuan buruk selama bertahun lamanya. Pemerintah mengirim dokter untuk mengecek Louis. Setelah dokter Dessault wafat, digantikan oleh dokter Dumangin dan dokter bedah Pelletan. Mereka mengatakan bahwa kondisi Louis tak ada harapan lagi. Mereka memberi obat kepada Louis, diminum dengan sulit.
Sayangnya pada 8 Juni 1795, adik satu-satunya Marie Therese meninggal di dalam ruangannya setelah menderita demam selama delapan hari. Tepatnya jam 3 sore. Ia menderita tuberkulosis. Autopsi dilakukan untuk memastikan bahwa ia tidak diracun. Obat terakhir yang diminum tidaklah berbahaya. Marie memastikan bahwa yang membuat adiknya meninggal adalah kondisi sang adik yang dibiarkan hidup dalam kondisi sangat kotor, terabaikan selama berbulan-bulan. Dokter autopsi diam-diam mengambil hati adik Marie untuk kemudian diawetkan di rumah. Marie Therese yang berada di ruangan lain tidak diberitahu mengenai kabar duka ini.
Pada akhir Agustus 1795, Marie Therese akhirnya mengetahui apa yang telah terjadi pada keluarganya. Ia diberitahu oleh Nona Chanterenne yang diutus pemerintah untuk menjenguk. Marie Therese menangis sejadi-jadinya. Penduduk Orleans membuat petisi, meminta Marie Therese untuk dibebaskan. Lalu dikeluarkan pengumuman bahwa pemerintah akan memilih satu orang untuk menemani Marie Therese di penjara, namun tidak menginap. Victoire Madeleine Henriette Hutin mengajukan permohonan. Wanita berusia 34 tahun ini tak lain adalah istri dari bapak Hue. Nyonya Hue mengulangi permohonannya empat kali dalam 3 hari. Permohonan lain datang dari Nyonya Freminville, bekas asisten Marie Therese. Freminville mengklaim bahwa saat Marie Therese masih bayi, ia yang satu-satunya diserahi tanggung jawab merawat. Surat ketiga datang dari Marie Angelique de Mackau. Mackau merupakan salah satu pengasuh Marie Therese dan adiknya. Mackau dan pegawai lain tertinggal di kamar Marie Antoinette saat masa merangsek ke istana Tuileries. Sejak itu, Mackau tidak lagi bertemu dengan Marie Therese dan keluarganya yang dibawa ke penjara Temple. Pemerintah memilih nyonya Mackau.
Pada awal 1795, Mackau pun mengunjungi Marie Therese untuk pertama kalinya setelah 10 Agustus 1792. Mackau yang sudah uzur, ditambah penderitaan saat ia dipenjara, tampak ringkih. Marie Therese memegang tangan Mackau untuk menapaki tangga. Mackau menutupi dirinya dengan topi putih agar tak terkena sinar matahari. Marie Therese menggunakan tangan satunya untuk mengambil topi itu dan menutupi wajah Mackau. Sejak Marie Therese diperbolehkan keluar ruangan lagi, ia membiasakan diri berjalan di taman dari jam 5 sore hingga senja. Nyonya Mackau tetap berada di Temple hingga jam 7 malam. Namun tidak sepenuhnya mereka menghabiskan waktu di taman. Selain Mackau, pengasuh lain bernama Nyonya Tourzel juga berhasil mengunjungi Marie Therese. Ia pula yang menyampaikan pesan mendiang ayah Marie bahwa Marie harus menikah dengan kakak sepupunya, yaitu Louis Antoine.
Nyonya Tourzel merupakan satu-satunya pengasuh yang menemani keluarga Marie melarikan diri keluar Paris pada Juni 1791 silam. Meskipun kunjungan Mackau dan Tourzel sangat membahagiakan Marie Therese, namun nyonya Chanterenne tidak menyukainya. Putri Nyonya Tourzel bernama Pauline, sebaya dengan Marie Therese. Mereka mengikuti keluarga Marie Therese hingga ke penjara Temple dan tinggal di sana sekitar 10 hari sebelum dipisah secara paksa (lihat kisah di atas). Secara diam-diam, nyonya Tourzel masih menjalin kontak dengan sang majikan yang tinggal di Verona. Ia memproklamirkan dirinya sebagai raja Louis XVIII setelah mengetahui kematian sang keponakan. Tourzel menyampaikan surat dari sang paman kepada keponakan di penjara Temple. Marie Therese berhasil menyelipkan surat balasan untuk sang paman, meskipun ia dan Tourzel diawasi ketat oleh nyonya Chanterenne.
Kemudian datang Stephanie Louise de Bourbon datang menjenguk. Sekedar informasi, Stephanie adalah cicit dari raja Louis XIV. Jadi dia adalah sepupu jauh Marie Therese. Setelah mengenal siapa wanita kelahiran 1862 itu, Marie Therese memeluk dan mencium Stephanie berulang kali. Ia juga memberi berbagai pertanyaan seperti : kenapa dia tidak membawa peralatan jahit? apakah pemerintah melindungi dirinya? Hidupnya selama ini bagaimana? Apakah ia datang jalan kaki atau naik kereta? dan seterusnya. Marie Therese dan Stephanie duduk berdampingan, menghadap ke nyonya Chanterenne. Sejak hari itu, Stephanie setiap hari mengunjungi Marie Therese. Suatu ketika, Marie Therese mengeluhkan ruangannya yang penuh dengan kutu. Stephanie menuju ke kantor pemerintah, dan meminta ruangan Marie Therese dibersihkan. Ia tidak beranjak dari kantor hingga malam, sebelum permintaannya ditanggapi dengan baik. Pada malam yang sama, tempat tidur Marie Therese dibawa keluar ruangan.
Marie Therese selalu memuji Stephanie sebagai nama yang bagus. Melihat Marie Therese mengagumi keranjang kecil yang ada di tas bawaan Stephanie, ia pun memberikannya kepada Marie Therese. Juga cincin pemberian ayah Marie Therese ke Stephanie. Kemudian Marie Therese mengingatkan Stephanie untuk pergi ke kantor pemerintahan dan mengatakan bahwa bukan dirinya (Marie Therese) yang meminta untuk didatangkan nyonya Chanterenne, melainkan pemerintah yang memilih dan mendatangkan.
Pada akhir musim panas 1795, Marie Therese sudah diperbolehkan berjalan-jalan keluar ruangan. Lasne dan Gomin selalu mengawasi Marie Therese. Jika ada yang mengunjungi, tamu itu selalu menghabiskan waktu seharian penuh bersama Marie Therese dan makan malam bersama. Gomin dan Lasne memberikan anjing bernama Coco. Anjing ini adalah milik mendiang sang adik. Marie Therese juga diberikan seekor kambing, yang mengikutinya kemanapun dia pergi. Kesetiaan dua hewan ini menghibur semua penghuni penjara Temple.
Bapak Hue yang dipaksa keluar dari penjara Temple sejak September 1792, ia gagal mendapat ijin untuk mengunjungi Marie Therese. Ia menyewa sebuah kamar yang memiliki jendela menghadap ke taman penjara Temple. Dari jendela itu, bapak Hue bisa melihat Marie Therese saat duduk di bawah pohon kastanye. Sementara pengasuh Tourzel tetap datang bersama Pauline dengan berjalan kaki. Mereka sengaja datang sepagi mungkin agar bisa melewatkan waktu selama mungkin dengan Marie Therese. Saat kembali ke rumah, seorang tetangga memberitahu Tourzel bahwa rumahnya sudah dijaga tentara. Saat masuk, Tourzel ditahan dan diinterogasi selama 2 jam. TOurzel mendekam di tahanan selama 3 hari. Apa alasannya? Mungkin ada orang yang membocorkan bahwa TOurzel merupakan "perantara rahasia" yang menghubungkan Marie Therese dengan sang paman di pengasingan. Marie Therese juga ikut diinterogasi. Untuk sementara waktu, ia dilarang menerima kunjungan. Sekali lagi, Temple menjadi penjara bagi Marie Therese.
Setelah situasi politik Terror selesai, Marie diperbolehkan meninggalkan Perancis. Ia dibebaskan tepat satu hari sebelum ia berulang tahun ke-17, tepatnya pada 18 Desember 1795. Ia ditukar dengan enam tahanan warga Perancis yang merupakan tokoh penting. Marie kemudian hendak dibawa ke Vienna, ibukota Austria. Adalah sepupu Marie, kaisar Francis II yang bertahta. Di dalam tahanan, Marie diminta untuk memilih siapa saja yang ia inginkan untuk mengantar dirinya, melalui surat.
Ia pertama memilih Nyonya Serent (Bonnie Marie Felicite de Serent, kelahiran 1737) atas pertimbangan ia membutuhkan seseorang yang bisa memberi nasehat setelah bertahun-tahun hidupnya terisolasi dari dunia luar. Namun jika ia diperbolehkan memilih seorang lagi, ia akan memilih Nyonya Soucy. Alasannya ia ingin membalas budi ibunda Nyonya Soucy yang telah mengasuh dirinya selama 14 tahun. Ia juga sangat menginginkan untuk membawa Bapak Hue, yang menjadi salah satu pegawai sang ayah yang bertahan saat sang ayah masih dipenjara. Sesaat sebelum dieksekusi, ayah Marie "menyerahkan" bapak Hue kepada Marie.
Lebih lanjut Marie menyebut apabila ada seorang petugas penjara hendak menemani dirinya, ia akan memilih bapak Gomin. Marie mengatakan bapak Gomin lah yang pertama mengurangi penderitaan dia di penjara sehingga ia mempercayai bapak Gomin. Dari semua permintaan yang ia tulis kepada Benezech, Marie yakin bahwa akan dikabulkan sesuai dengan janji yang diberikan kepadanya.
Pada akhirnya perjalanan Marie Therese benar ditemani oleh orang-orang yang seperti dia minta kecuali Nyonya Mackau sebab sudah terlampau tua dan ringkih untuk perjalanan jauh. Itu mengapa Marie Therese menjatuhkan pilihan ke anak perempuan Mackau yang bernama Soucy. Soucy membawa anak lelakinya yang berusia 17 tahun bernama Pierre. Selain itu, Marie ditemani oleh bapak Hue, tukang masak di penjara Temple bernama Meunier, Baron sang juru kunci kamarnya dan Catherine Varennes, asisten rumah tangga. Di hari terakhirnya di penjara Temple, Marie berjalan ke taman, ia menghormat kepada orang-orang yang selama ini memberi simpati mereka melalui jendela rumah mereka masing-masing.
Marie berangkat pada 18 Desember 1795 tengah malam dengan nama Sophie, duduk ditemani oleh Soucy dan pengawal bernama Mechin (yang menyamar sebagai ayah Sophie) dan Gomin. Di kereta berikutnya adalah bapak Hue, Baron, Meunier, Pierre dan Catherine.
Istana Austria bersiap menyambut kedatangan Marie. Kamar bekas mendiang kaisar Leopold II dan istrinya dipersiapkan. Leopold II merupakan paman Marie. Dalam perjalanan dari Huningen ke kota Bale di Swiss, mereka berhenti. Pak Bacher meminta Marie menunggu di dalam kereta namun ia tetap keluar. Tangan Marie bersandar pada asisten penata rambut, kemudian Pak Bacher menuntun Marie dengan tangannya. Mereka disambut oleh dua orang utusan kaisar Austria, Pangeran Gavre dan Pak d'Egelmann. Bacher mengatakan "saya ditugaskan untuk menyerahkan kepada anda, seorang Nona Perancis". Marie mengatakan "ah pak, saya tidak lupa bahwa saya seorang wanita Perancis". Mereka juga diberikan makanan minuman. Marie mendengar seorang pelayan berbicara dalam bahasa Perancis, menanyakan apakah ia berasal dari negara itu. Setelah dijawab tidak, Marie mengatakan beruntung bahwa wanita itu bukan warga Perancis. Banyak yang heran mengapa seorang putri Perancis membawa seekor anjing yang jelek dan tampak sangat dekat dengannya. Marie mengatakan anjing itu mengingatkan dirinya pada mendiang Louis, sang adik tercinta. Matanya berkaca-kaca. Di kota ini, Gomin dan Baron tidak diperbolehkan melanjutkan perjalanan ke Vienna. (Gomin dan Baron disebut muncul lagi di penjara Temple pada 4 Mei 1796. Keduanya menerima gaji dan kemudian pak Gomin menghilang).
Marie mengatakan ia juga membawa serta seorang wanita tua dan Meunier, salah satu tukang masak mendiang ayahnya. Sementara wanita itu memperlakukan dia dengan sangat baik. Ia berharap bahwa kerajaan Austria tidak keberatan dengan dua orang itu. Lanjut Marie lagi, dua orang itu yang berkeinginan mengikuti dia dan tidak ingin meninggalkan dirinya. Wanita tua itu berkata "pak, hati (Marie Therese) itu baik, wajahnya manis"
Pada 26 Desember 1795 malam, rombongan Marie tiba di Lorrach, sebuah kota kecil di Jerman yang dekat dengan perbatasan Perancis dan Swiss. Keesokan hari, Marie mengikuti kebaktian misa di gereja lokal di Lorrach. Tanggal 2 Januari 1795, Marie bertemu dengan bibinya, yaitu Marie Elisabeth. Sang bibi yang tidak menikah, merupakan petinggi di komunitas Katolik di Innsbruck. Setelah menginap dua hari, rombongan melanjutkan ke Salzburg. Perjalanan menjadi sangat sulit, karena tanah yang berlumpur atau tertutup salju, ditambah jalan yang sempit. Tanggal 6 Januari, rombongan berhenti sejenak di Welz. Di sini, Marie bertemu dengan Clery yang datang dari Vienna, Austria. Marie Therese dan rombongan tiba di Vienna pada 9 Januari 1796.
Adalah nyonya Soucy yang diminta untuk segera meninggalkan Austria. Uang sudah dibayarkan dan kereta sudah dipersiapkan. Ia bahkan sudah memberitahu tanggal pasti kepergiannya kepada raja, namun nyatanya ia tak kunjung berangkat. Nyonya Soucy mengingatkan bahwa orang tua Marie Therese menginginkan dia menikahi Louis Antoine, Adipati Angouleme. Ia tahu bahwa Marie Therese hendak dijodohkan dengan adik sang kaisar yaitu Adipati Agung Charles.
Sekali lagi Marie mengirim surat untuk nyonya Soucy, meminta menyampaikan pesan ke nyonya Chanterenne di Paris untuk tidak menemui dirinya di Vienna, karena akan percuma. Juga menyampaikan Mademoiselle Dubuquoi di Paris untuk mengirimkan keset yang dirajut oleh mendiang ibunya. Marie juga menjelaskan bahwa ia sudah berkomunikasi dengan raja Louis XVIII dan mendapat balasan. Kaisar (Francis II) memperlakukan dirinya dengan baik.
Sementara Bapak Hue dan Clery belum mengetahui bagaimana nasib mereka ke depan, khawatir bakal sama dengan nyonya Soucy, diminta untuk segera meninggalkan Vienna. Bapak Hue yang sejak 9 Januari berada di Vienna, kerap dihantui ketakutan akan diusir oleh polisi Austria. Sang paman, raja Louis XVIII berjuang untuk mendapatkan hak asuh Marie sejak ia dibebaskan dari penjara Temple pada Desember 1795. Marie Therese menetap di Austria selama 3,5 tahun. Hingga pada Mei 1799, kaisar Francis II, yang juga sepupu Marie, rela untuk melepas Marie. Waktu yang lama ini juga disebabkan oleh kepindahan Louis XVIII beberapa kali yaitu dari Verona menuju ke Blakenburg, dan dari Blakenburg menuju ke Courland. Kaisar Russia Paul I menawarkan Louis untuk menempati istana Mitau. Kaisar Paul I bahkan menjamin keselamatan Louis sekeluarga dan juga memberikan dana dalam jumlah banyak. Meskipun ternyata ini hanya sementara waktu.
Marie menyusul sang paman yaitu raja Louis XVIII ke istana Mitau pada 4 Mei 1799. Perjalanan dari Vienna ke Mitau merupakan perjalanan sangat panjang dan melelahkan, membutuhkan waktu sebulan (kalau sekarang, hanya butuh 2 jam dengan pesawat). Mengetahui Marie sudah mendekat, sang paman bersama keponakan laki-lakinya segera menaiki kereta menuju ke tempat pertemuan. Marie melihat sang paman, ia meminta kereta segera dihentikan. Ia segera turun, berlari menuju sang paman. Sang paman memeluk keponakan perempuan semata wayangnya dengan erat. Sang paman berusaha mengangkat Marie yang hendak memeluk kakinya. Hari terakhir Marie bertemu sang paman adalah pada 20 Juni 1791 malam, saat mereka bersiap untuk melarikan diri dari Tuileries menuju ke Montmeidy. Sang paman dan istrinya mengambil rute lain dan tiba di Verona dengan selamat. Sementara rombongan Marie lebih bernasib malang dan dipaksa kembali ke Paris dan berakhir di penjara Temple. "Akhirnya saya ketemu kamu lagi, saya senang. Jagalah saya, jadilah ayah saya"pinta Marie. Paman Marie sangat terharu sampai ia tak bisa berucap.
Ia memperkenalkan Louis Antoine, Adipati Angouleme, sang calon suami yang juga kakak sepupu Marie. Mereka tentu sudah saling mengenal saat tinggal bersama di Versailles, sekitar 10 tahun silam. Pada 16 Juli 1789, Louis Antoine bersama adik laki-laki, kedua orang tuanya yaitu Charles Philippe dan istri beserta beberapa pegawai, melarikan diri keluar dari Perancis. Mereka kemudian menetap di Turin, Italia. Italia merupakan negara ayah mertua Charles yang juga ayah mertua Louis Stanislas Xavier (Kakak beradik menikahi kakak beradik dari Italia). Louis Antoine meneteskan air mata saat mencium tangan Marie.
Kemudian mereka menuju ke istana, bertemu dengan ratu Marie Josephine yang saat itu hidup terpisah di Schleswig-Holstein. Istana menjadi riuh suka cita menyambut kehadiran Marie. Orang ketiga yang ditemui Marie setiba di Mitau adalah romo Edgeworth de Firmont, romo yang mendampingi ayah Marie saat menghadapi ajal. Mitau merupakan istana yang cukup besar, yang pintu masuknya menghadap ke aliran sungai. Di istana ini, paman Marie bisa menjalankan "kerajaannya". Kesibukan Marie berikutnya adalah segera menulis surat untuk Kaisar Paul I. Setelahnya, ia berbincang dengan Romo Edgeworth secara tertutup.
Pada 10 Juni 1799, Marie Therese menikah di gedung agung Mitau, yang diubah menjadi chapel sementara waktu. Konon Charles Philippe menentang pernikahan ini, namun sang kakak yaitu raja Louis XVIII sangat mendukung. Pernikahan ini dihadiri oleh Nyonya Serent dan Nyonya Tourzel. Altar berhiaskan bebungaan. Romo Edgeworth sangat terharu melihat upacara ini, sebab ia pula yang melihat bagaimana ayah Marie meneteskan darah 6,5 tahun sebelumnya dan melihat keajaiban Marie lolos dari kekejaman.
Pada Januari 1801, kaisar Paul I meminta Louis XVIII meninggalkan istana Mitau. Demi membiayai keluar dari Rusia, diadakan lelang barang-barang. Marie Therese terpaksa menjual kalung berlian yang merupakan hadiah pernikahan dari kaisar Paul I. Marie juga memohon permaisuri Jerman, Louise untuk memberikan tempat untuknya dan keluarganya di Prussia (permaisuri Jerman ini memiliki keturunan yang masih hidup hingga kini).Permaisuri setuju namun mereka harus menggunakan nama samaran. Rombongan Marie harus menempuh perjalanan sulit dari istana Mitau menuju ke istana Lazienki di Warsawa, Polandia. Setelah pemisahan Polandia, saat itu Polandia selatan menjadi bagian dari Prussia. Setiba di istana Lazienki, mereka mendapat kabar bahwa kaisar Paul I wafat. Paman Marie mengirim surat meminta penerus Paul yaitu kaisar Alexander I untuk membiarkan mereka kembali ke istana Mitau. Pada 1804, mereka kembali lagi ke istana Mitau. Kehidupan di bawah Alexander I tidaklah semegah waktu di bawah sang ayah sebab Paul I memberikan uang yang sangat banyak. Kaisar Alexander I meminta Louis untuk keluar karena ia tak lagi bisa menjamin keselamatan Louis.
Pada Juli 1807, Louis dan rombongan menaiki kapal perang menuju ke Stockholm, Swedia. Di Swedia selama empat bulan, kemudian ia menuju ke Inggris dan tinggal di gedung Gosfield yang disewakan oleh Marquess Buckingham. Kemudian pindah lagi ke rumah Hartwell di Inggris Selatan dan membayar sewa per tahun. Pangeran Wales (yang kemudian menjadi raja George IV), sangat royal kepada keluarga Bourbon ini. Ia memberikan perlindungan politik tetap dan juga dana yang amat sangat banyak. Louis mengajak istrinya menetap di rumah Hartwell. Marie Josephine wafat pada 13 November 1810.
Mei 1814, saat pamannya berhasil mengembalikan kerajaan Bourbon, memutuskan menempati istana Tuileries. Marie Therese sempat pingsan melihat istana ini, teringat bagaimana ia dan keluarganya ditahan di istana ini.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.