Membahas selebriti Indonesia, Asia dan Dunia. Sebagai selingan dan jika anda hobi membaca kisah nyata, blog ini menampilkan berbagai kisah nyata dari kehidupan manusia di dunia sehari-hari agar memberi inspirasi.
Monday, March 21, 2022
Hidup Tragis Seorang Marie Antoinette 1
Wednesday, February 9, 2022
Kisah Hidup Marie Therese Charlotte Bourbon, Putri Kerajaan Perancis Yang Menjadi Sebatang Kara, Bagian 1
Selama delapan tahun, Kelahiran dia sejatinya dinantikan oleh masyarakat Perancis pada umumnya dan keluarga kerajaan pada khususnya. Kedua orang tuanya adalah sosok terkenal, yaitu raja Louis XVI dan Marie Antoinette. Ibunya yaitu Marie Antoinette berasal dari kerajaan Austria. Kedua orang tua Marie menikah di usia yang masih sangat belia, yang mana ayahnya saat itu masih berstatus Dauphin/pangeran dan berusia 15 tahun. Sementara ibunya masih berusia 14 tahun. Pada tahun 1774, ayah ibunya meneruskan tahta menjadi raja dan ratu. Ayahnya mengatakan "kita masih sangat muda, ini berat Tuhan"
Saat ia lahir pada 19 Desember 1778, kelahiran dia yang dinanti agak mengecewakan sebab ia seorang perempuan. Masyarakat meminta seorang laki-laki untuk menjadi penerus tahta. Ibunya mengatakan "tak apa mereka tak menginginkan kamu, kamu menjadi milikku". Tak lama setelah kelahiran Marie Therese, ayahnya menghadiahkan sebuah rumah "petit trianon" kepada sang ibu. Ayahnya memahami kondisi sang ibu yang tidak menyukai rutinitas kerajaan yang sangat kaku melelahkan. Rumah itu adalah bekas rumah yang dibangun sang kakek buyut, yaitu raja Louis XV untuk salah satu selirnya yang bernama Nyonya Pompador. Bahkan ayahnya membebaskan ibunya mendesain ulang rumah tersebut sesuai selera. Sang ibu melakukan renovasi yang konon menghabiskan dana sangat banyak, hal yang ironis di saat harga roti sedang tinggi. Ia membuat sungai tiruan, taman dan peternakan di sekitar rumah itu.
Empat tahun kemudian tepatnya pada 1781, Marie mendapatkan adik laki-laki yang sangat dinanti, yaitu Louis Joseph. Pada 1785, Marie kembali mendapatkan adik laki-laki, Louis Charles. Posisi kedua orang tua Marie terasa aman sebab mereka memiliki dua anak laki-laki. Pada 1789, Marie dikaruniai seorang adik perempuan bernama Sophie. Namun Sophie hanya bertahan hidup selama setahun.
Ibunda Marie dikenal sebagai sosok yang ramah namun suka berhura-hura. Meskipun saat itu kondisi ekonomi Perancis tidak baik, namun ibunda Marie tetap gemar berjudi, membeli pakaian yang mewah, berpesta dan memesan makanan-makanan mahal. Konon dalam setahun, ibunya belanja 150 pakaian mewah. Sang ibu juga memiliki seorang asisten rambut bernama Leonard. Rambut sang ibu kerap didesain setinggi 90 cm. Masyarakat mulai memberi julukan sang ibu "Madame Deficit". Ia dianggap sebagai sosok yang membuat masyarakat Perancis kekurangan pangan dan ekonomi yang buruk. Roti sebagai makanan pokok masyarakat hampir tidak layak dikonsumsi karena bertekstur sangat keras seperti batu.
Pada 4 Juni 1789, adik sulung laki-laki Marie wafat akibat tuberkulosis tulang. Pada 5 Oktober 1789, ratusan wanita bersama para pria berjalan kaki dari Paris ke istana Versailles. Di pintu gerbang, empat orang wanita dipersilahkan masuk untuk menyampaikan keinginannya di hadapan ayah Marie Therese. Permintaan roti dikabulkan namun wanita-wanita lain dan pria-pria di depan istana tak merasa puas. Mereka sengaja bertahan semalaman di depan istana. Subuh hari, beberapa wanita menggoda petugas jaga, sehingga membuat rombongan lain berhasil merangsek ke dalam. Beberapa langsung menuju ke apartemen ibu Marie Therese. Dua bodyguard yang menjaga kamar sang ibunda tewas dan kepala mereka dipenggal kemudian ditancapkan di atas tombak. Namun sesaat sebelum itu, salah satu bodyguard sigap memberitahu tiga asisten sang ibunda untuk segera kabur dari kamar. Mereka kabur melalui pintu rahasia, menuju ke kamar ayah Marie Terese. Kemudian rombongan wanita dan pria ini berkumpul di bawah balkon. Di depan mereka, ibunda Marie memberi hormat tanda minta maaf. Mereka menuntut agar keluarga Marie Bourbon segera ke Paris. Pemerintah menempatkan Marie dan keluarga sebagai tahanan rumah di istana Tuileries. Beberapa pegawai dan sahabat baik sang ibunda yaitu nyonya Lamballe setia mengikuti.
Pada Juni 1791, ayah, ibu, bibinya yang bernama Elisabeth, Louis Charles dan pengasuhnya yaitu Nyonya Tourzel melarikan diri. Sejatinya mereka hendak menuju ke Montmeidy. Di kota itu banyak royalis, pendukung kerajaan. Jika telah sampai, ayah Marie berencana mengadakan kontra revolusi. Pelarian itu dibantu oleh rekan baik sang ibu yang bernama Axel Von Fersen. Pria kelahiran Swedia yang tampan itu merupakan pria idaman lain sang ibunda. Di tengah perjalanan, ayah Marie Therese meminta Axel untuk pergi meninggalkan mereka. Setelah menempuh perjalanan selama hampir 24 jam, perjalanan mereka gagal sebab salah satu mengenali wajah ayahnya sebagai seorang raja dari sebuah uang koin. Di Varennes, mereka dipaksa kembali. Pelarian ini konon mencoreng reputasi keluarga Marie di mata orang-orang yang masih mendukung kerajaan.
Pada 10 Agustus 1792, masyarakat Perancis menggeruduk istana Tuileries dan memaksa keluarga Marie ditahan di penjara Temple, Paris. Pada 14 Agustus 1792, Marie sekeluarga tiba di penjara Temple pukul 7 malam. Mereka ditemani oleh beberapa rekan dan pegawai setia. Mereka adalah nyonya Lamballe, bapak Hue dan Chamilly, nyonya Tourzel dan putrinya Pauline, nyonya Navarre yang menjaga putri Elisabeth, nyonya Cimbris yang menjaga Louis Charles, juga nyonya Thibaut yang menjaga sang ibu. Selama ditahan, ayah Marie mengajarkan pelajaran geografi kepada adik Marie. Ibunda Marie mengajarkan sejarah. Sementara bibi Elisabeth mengajarkan matematika. Beruntung ayah Marie menemukan sebuah perpustakaan yang membuatnya tak merasa bosan berada di tahanan. Ibunda Marie menyibukkan diri dengan menyulam dan juga bermain piano. Tukang masak Turgy mengajak kedua rekan kerjanya yaitu Chretien dan Marchand untuk mengikuti dirinya masuk ke penjara Temple. Tentu mereka harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan penjaga yang curiga dengan ketiganya. Turgy yang dikenal setia, cerdas dan menghibur, menjawab dengan berbohong bahwa ia dan kedua rekannya ditugaskan ke Temple untuk melayani keluarga kerajaan. Hebatnya Turgy, penjaga pun percaya. Marchand dan Chretien sangat ketakutan, namun Turgy nampak biasa saja. Saat bertemu, Marie Antoinette sangat terharu "pak, kamu seharusnya tidak usah datang ke sini, terlalu berbahaya". Turgy menjawab "Kenapa saya tidak usah datang, Yang Mulia?" Marie Antoinette lekas menegur "sstt, jangan pakai panggilan itu, dilarang". Sejak keluarga Marie Therese ditahan, panggilan-panggilan harus diawali dengan "BEKAS" contohnya "BEKAS RATU...BEKAS RAJA".
Sebanyak dua atau tiga kali seminggu, Turgy keluar dari penjara Temple untuk membeli kebutuhan dapur. Di kesempatan itulah, Turgy bisa membawa pesan rahasia dari kedua orang tua Marie Therese ke berbagai orang yang dituju termasuk jenderal Francois Augustin Regnier de Jarjaye. Jenderal Jarjaye merupakan bekas pegawai istana yang masih tinggal di Paris. Sang jenderal membalas pesan dengan cara yang sama. Memilih Turgy sebagai perantara memang cocok, karena saat keluar dan masuk penjara Temple, Turgy tidak pernah diperiksa atau digeledah. Para penjaga penjara Temple menyukai Turgy. Salah satu alasannya adalah, Turgy kerap memberi mereka makanan saat mereka datang ke dapur dalam kondisi lapar. Kita tahu bahwa saat itu, harga makanan pokok berupa roti melambung sangat tinggi. Banyak masyarakat kalangan bawah yang kelaparan. Hal ini juga tentu berimbas pada para penjaga yang juga dari kalangan bawah. Namun mereka bisa mendapatkan roti, keju, kadang potongan ayam dan ham berkat Turgy, tentu membuat mereka senang. Alasan lain adalah, Turgy suka lelucon.
Pada 20 Agustus 1792 jam 1 pagi, diperintah bahwa semua orang yang bukan anggota kerajaan harus segera meninggalkan Temple. Hal ini memicu protes dari ibunda Marie. Ibunda Marie bersikeras bahwa Nyonya Lamballe merupakan anggota kerajaan. Nyonya Lamballe sejatinya memiliki hubungan keluarga dengan kerajaan. Ia pernah menikah dengan salah satu pangeran/dauphin (cucu raja Louis XIV) namun sang pangeran wafat di usia muda. Namun tetap saja Nyonya Lamballe harus pergi. Mereka semua saling berangkulan, berharap akan berjumpa lagi beberapa hari kemudian. Kedua asisten sang ayah juga dibawa pergi. Setelah mereka pergi, Marie, ibu, bibi dan adiknya tidak dapat kembali tidur. Ia yakin ayahnya juga terbangun namun sang ayah tidak beranjak dari ruangan. Selang beberapa jam kemudian, Hue kembali. Ia dinyatakan tak bersalah dan boleh kembali ke penjara Temple.
Keesokan hari jam 7 pagi, mereka mengetahui bahwa yang lain tidak akan kembali lagi ke Temple dan mereka telah dibawa ke La Force. Nyonya Tourzel dan putrinya, Pauline kemudian dipindah ke penjara Port Royal. Kemudian pada 2 September 1792, pegawai ayah Marie Therese yang bernama Clery dikirim ke penjara Temple. Tentu ini mengejutkan namun juga sedikit membuat gembira. Memang awalnya Clery tidak ikut dalam rombongan pegawai saat pertama kali keluarga kerajaan pindah dari istana Tuilleries ke penjara Temple.
Ternyata pengiriman Clery ini ada maksud. Tak lama setelah kehadiran Clery , seorang utusan bernama Mathieu datang ke penjara Temple dan langsung mencengkeram kerah bapak Hue "kamu ditahan!". Hue hendak ke ruangannya untuk mengambil barang-barangnya, namun dilarang oleh Mathieu. Kemudian Mathieu menunjuk-nunjuk ayah Marie Therese "kamu tidak tahu apa yang terjadi kan? Negara ini dalam kondisi bahaya. Tentara musuh sudah mencapai Verdun. Raja Prussia kini menguasai Chalons. Tetapi, kamu akan bertanggung jawab seandainya terjadi sesuatu! Kalau pendukung kerajaan ke sini, kita tahu bahwa istri dan anak-anak kita akan dibantai. Tetapi rakyat akan membalas. Kamu yang akan mati duluan !" Adik Marie Therese berlari ke ruangan sebelah sambil menangis. Marie Therese menyusul dan terdengar menghibur sang adik. Namun upayanya saat itu sia-sia karena sang adik yakin bahwa ayahnya sebentar lagi akan dibunuh. Petugas lain bernama Daujon meminta Mathieu untuk segera membawa Hue pergi. Ibunda Marie Therese menyempatkan diri memeluk bapak Hue sambil berbisik "Mereka berusaha memisahkan kita dari siapapun yang peduli pada kita. Kita akan merindukanmu. Kita takkan pernah bisa cukup berterima kasih atas semua pengorbananmu dan kebaikanmu"
Ibunda Marie Therese memang dekat dengan bapak Hue. Saat di istana Versailles, mereka kerap berinteraksi santai. Kadang sang ibunda mengoleskan minyak wangi ke pergelangan tangan dan meminta pendapat ke bapak Hue "aromanya wangi kan?". Saat makan, ibunda Marie Therese kerap menyisakan potongan daging untuk bapak Hue "saya yakin bapak Hue menyukai ini"
Sebelum membawa pergi, Mathieu berkata kepada Clery "Kamu harus hati-hati, jaga sikapmu, atau kamu akan bernasib sama!" Dari semua pegawai yang ada, tinggal Clery seorang diri.
Ibunda Marie tidur bersama adik Marie. Sementara Marie tidur bersama bibi Elisabeth. Sang ayah tetap berada satu lantai di atas ruangan Marie Therese. Setiap pagi, Marie dan adiknya naik ke ruangan ayah mereka untuk sarapan. Setelah itu ketiganya turun ke ruangan sang ibu untuk menghabiskan waktu bersama. Setiap pagi, Marie juga berjalan-jalan di kebun bersama sang adik dan ayahnya demi kesehatan sang adik. Tentu mereka tidak mengetahui bahwa penjara La Force menjadi target serangan warga yang tidak menginginkan penjara di isi oleh para bangsawan. Pengasuh Marie Therese yaitu nyonya Tourzel dan anaknya diselamatkan oleh seorang pria misterius. Pria misterius yang mengaku sebagai Bapak Hardi ini meminta Tourzel dan Pauline melarikan diri dari Paris sebab sewaktu-waktu mereka bisa ditahan lagi. Tourzel dan Pauline kemudian pergi ke Aboundant, tinggal di rumah anak lelakinya, yang juga saudara laki Pauline. Sementara nyonya Lamballe tidak beruntung. Ia diseret keluar, dipaksa untuk mengucapkan kalimat yang menentang keluarga kerajaan, namun ia menolak. Ada pria suruhan ayah mertua Lamballe, membujuk Lamballe untuk mengatakan saja agar ia dapat selamat. Namun Lamballe tetap menolak. Dahi Lamballe ditombak, lalu dadanya dibelah untuk diambil jantungnya. Kepalanya dipenggal.
Pada 3 September 1792 jam 3 sore, Marie sekeluarga mendengar suara rentetan tembakan di luar. Petugas penjara menutup pintu dan jendela berikut korden. Ayah Marie diberitahu bahwa mereka yang di luar ingin mempertontonkan potongan kepala Nyonya Lamballe kepada keluarga kerajaan. Meski tidak melihat sendiri, ibunda Marie sangat shock.
Pada 21 September 1792, kerajaan diruntuhkan. Semenjak ayah Marie bukan seorang raja, ia tidak lagi dihormati. Ayah Marie hanya dipanggil nama Louis atau Bapak. Pemerintah bernama Pethion mengirim dua petugas untuk berjaga di ruangan ayah Marie. Mereka menyita pedang milik ayah Marie dan juga memeriksa isi kantong pakaian sang ayah. Pethion juga mengirim juru kunci penjara bernama Rocher. Rocher ini seorang perokok namun ayah Marie tak menyukai baunya. Mengetahui hal itu, Rocher justru sengaja meniupkan asap rokok ke wajah ayah Marie.
Berikutnya mereka hendak memisahkan ibunda Marie dengan cara memindahkan ke ruangan di atas ruangan ayah Marie. Namun mereka tidak berhasil sebab Marie Therese dan bibi Elisabeth mengikuti. Ruangan baru itu kurang menyenangkan sebab jendela ditutup oleh tiang besi dan tirai. Asap dari cerobong juga sangat mengganggu. Adik Marie dipindah ke ruangan sang ayah yang berada di bawah ruangan baru mereka.
Ayah Marie selalu bangun tidur pukul 7 pagi dan kemudian berdoa hingga pukul 8 pagi. Kemudian ayah Marie berganti pakaian dan kemudian mengganti pakaian adik Marie. Pukul 9 pagi, ayah dan adik Marie naik ke ruangan di atas untuk sarapan bersama. Setelah itu ayah Marie mengajak adik Marie turun lagi untuk belajar hingga pukul 11 siang. Setelah itu adik Marie bermain-main. Pukul 9 malam, ibunda Marie turun ke ruangan ayah Marie untuk mengganti pakaian adik Marie persiapan tidur. Setelah tidur, semuanya naik ke atas, ayah Marie duduk hingga pukul 11 malam.
Bibi Elisabeth menghabiskan waktu berdoa, membaca buku agama dan meditasi. Sang bibi dan ayah Marie juga menjalani puasa yang diwajibkan oleh gereja Katolik.
Ayah Marie diharuskan menjalani persidangan yang sebenarnya tak berguna sebab akhirnya juga harus dihukum mati. Dari total 690 voting, 380 memvoting eksekusi segera. Sisanya meminta pengampunan untuk Louis XVI. Pada 20 Januari 1793 malam, ayah Marie melakukan pertemuan keluarga. Ia menasihati adik Marie untuk memaafkan mereka yang telah menjatuhi hukuman mati kepadanya. Ia kemudian memberkati Marie dan sang adik. Ibunda Marie mengatakan bahwa sebaiknya mereka menghabiskan waktu terakhir bersama. Namun ayah Marie menolak, ia ingin menghabiskan waktu dengan tenang. Ibunda Marie kemudian meminta agar esok hari bertemu lagi dan disetujui. Namun pada faktanya, esok hari ayah Marie meminta petugas penjara untuk melarang mereka turun ke ruangan. Ayah Marie tak ingin larut dalam perasaan sedih.'
Kemudian datang seorang pria sepuh bernama Malesherbes, yang datang menangis sambil memeluk kaki Louis XVI. Ia diajak berbincang berdua oleh ayah Marie Therese dan kemudian tidur di kamar Clery. Malam hari terakhir, ayah Marie masih bersantap malam seperti biasa. Hal ini mengagetkan petugas sebab mereka mengira ayah Marie bakal bunuh diri. Ayah Marie mengatakan "saya tidak selemah itu" Setelah santap malam, ia pun pergi tidur. Lagi-lagi mengesankan, sebab ayah Marie Therese tidur sangat pulas hingga mengorok keras dan terbangun jam 4 pagi oleh suara tabuhan drum.
Malesherbes, pria sepuh berusia 71 tahun ini adalah salah satu dari tiga pria yang membela Louis XVI di hadapan Majelis Rakyat Perancis. Ketika voting untuk mengeksekusi Louis XVI lebih banyak daripada yang menolak, adalah Malesherbes sangat kecewa. Kelak pada April 1794, Malesherbes bersama putrinya, menantu laki-laki, cucu dan cucu menantu ditangkap dengan tuduhan membantu para pelarian politik. Setelah ditahan, mereka akan dihukum penggal. Sebulan kemudian, tepatnya pada 10 Mei 1794, giliran adik perempuan Malesherbes, Nyonya Senozan, bersama adik perempuan Louis XVI, putri Elisabeth, yang menjalani hukuman mati.
Clery, sang asisten setia menjadi saksi di jam-jam terakhir hidup Louis XVI. Sementara Turgy menjadi saksi bagaimana sang istri, Marie Antoinette, putri Elisabeth, Marie Therese dan Louis Charles menghadapi situasi ini. Marie Antoinette meminta kedua anaknya untuk sarapan, namun mereka menolak.
Ayah Marie dibawa ke tempat eksekusi menggunakan kereta kuda dan diiringi oleh pasukan penabuh drum. Ayah Marie tampak tenang dan tegar. Di atas panggung eksekusi, ayah Marie sempat berpidato singkat namun kurang terdengar. Hanya orang-orang yang didekatnya mendengar. Ayah Marie mengatakan "saya memaafkan mereka yang menjatuhi hukuman mati. Saya bersih dari kejahatan-kejahatan yang dituduhkan kepada saya. Saya berdoa agar darah saya tidak jatuh ke Perancis lagi". Konon ayah Marie hendak mengatakan sesuatu lagi, namun drum segera diperintahkan untuk ditabuh. Raja Louis XVI dieksekusi pada pukul 10.10 pagi. Beberapa penonton mengusap saputangan mereka ke darah ayah Marie. Pada 2012, tes DNA membuktikan bahwa itu benar darah ayah Marie. Adik Marie menjadi raja Louis XVII. Jasad ayah Marie segera dibawa ke pekuburan Madeleine. Sebelum dimakamkan, jasad ayah Marie didoakan secara singkat di gereja dekat pekuburan. Kepala ayah Marie diletakkan di antara kaki dan dimakamkan tanpa nisan.
Di penjara, putri Elisabeth mendengar suara meriam pertanda bahwa Louis XVI sudah wafat, ia segera menengadah ke atas sambil menangis "monster monster, mereka kini senang". Ibunda Marie terdiam dalam kesedihan. Louis Charles menangis. Sementara Marie Therese berteriak sedih. Sebulan sepeninggal ayah Marie, Clery masih berada di temple, namun ia tak dapat berkomunikasi dengan keluarga. Setelah ia dibebaskan, ia bertemu Turgy dan memberikan sebuah catatan yang ditulis oleh raja Louis XVI berisikan "aku memberi wewenang kamu (Clery) untuk memberitahu Turgy betapa senangnya diriku dengan kesetiaannya dan dedikasinya. Aku memberinya restu dan memohon dia untuk melanjutkan perhatiannya untuk keluargaku"
Saat paman Marie bertahta sebagai raja Louis XVIII pada tahun 1815, ia memerintahkan agar jasad sang kakak dan kakak ipar digali untuk dipindah ke gereja Basilica St Denis. Jasad putri Elisabeth juga dicari, namun hasilnya nihil. Tahun 1816 hingga 1826, dibangun monumen untuk Louis XVI dan juga Marie Antoinette. Monumen ini menggambarkan keduanya sedang berdoa.
Sehari setelah wafatnya ayah Marie, ibu Marie meminta bertemu dengan Clery. Ia adalah orang yang terakhir menemani ayah Marie, berharap mungkin ada pesan yang disampaikan sebelum eksekusi. Namun petugas mengatakan kondisi Clery sangat buruk sehingga tidak memungkinkan bertemu. Konsel Umum melarang ibu Marie bertemu Clery namun mengijinkan ibu Marie mengenakan pakaian berkabung. Clery konon menyimpan cincin pernikahan untuk disimpan ibu Marie. Ayah Marie juga memberikan sebuah paket berisi seikat rambut ibu Marie dan berpesan ia sangat menyayangi rambut itu.
Bagaimana perasaan Clery sepeninggal sang majikan? Saat dikunjungi, ia tampak depresi dan enggan makan. Bahkan beberapa kali hampir pingsan. Dalam wasiatnya, ayah Marie memberikan pakaian, jam tangan, buku-buku, dompet dan barang-barang kecil lain yang masih disimpan di Dewan Pimpinan Rakyat kepada Clery.
Sepeninggal ayah Marie, ibunda Marie tak lagi mau turun ke taman. Hal itu disebabkan ia harus melewati ruangan bekas ayah Marie dan ia tak bisa menahan perasaannya. Namun ibu Marie mengkhawatirkan kondisi adik Marie yang membutuhkan udara segar. Sehingga pada akhir Februari 1793, ibu Marie meminta ijin untuk naik ke atas untuk menghirup udara segar. Pada 25 Maret 1793 malam, cerobong asap mengalami kebakaran. Saat dijenguk oleh petugas bernama Chaumet, ibu Marie ditanya memiliki keinginan apa. Ibu Marie ingin dibuatkan pintu tambahan antara ruangannya dengan bibi Elisabeth (adik ipar) sehingga ada tambahan udara. Keinginan ini ditanggapi dengan omelan oleh petugas lain. Chaumet mengatakan kesehatan memang penting, ia akan menyampaikan ke petinggi lain. Namun keinginan ini ditolak.
Meskipun banyak petugas bersikap kasar, namun Marie mengatakan ada beberapa yang sangat baik terhadap mereka. Namun Marie tidak menyebutkan siapa saja demi keselamatan mereka. Suatu hari saat pemeriksaan, mereka menemukan sebuah topi yang disimpan bibi Elisabeth. Bibi Elisabeth mengatakan bahwa topi itu diberi kakaknya (ayah Marie) saat mereka baru tiba di Temple. Mereka menyita topi itu sebagai barang yang patut dicurigai.
Di lain hari pada hari Kamis, adik Marie terserang demam dan mengeluh pusing. Ibu Marie meminta petugas mengirim dokter namun ditolak. Mereka mengatakan bahwa ibu Marie berlebihan, itu hanyalah perasaan cemas seorang ibu. Namun demam adik Marie berkelanjutan hingga esok hari. Setiap menjelang malam, demam sang adik semakin tinggi. Bibi Elisabeth meminta Marie untuk tidur di ruangannya agar Marie tidak tertular sakit. Baru pada hari Minggu, dokter penjara bernama Thierry datang untuk mengecek kondisi adik Marie. Ia pun diberikan obat. Pada Mei 1793, Chaumet datang lagi bersama rekan Hebert. Ia menanyakan ada keluhan apa dari ibu Marie. Ibu Marie mengeluhkan susahnya mendapat dokter untuk adik Marie.
Pada 3 Juli 1793 sekitar pukul 10 malam, para penjaga datang hendak memindahkan paksa adik Marie. Sang adik sedang tertidur. Namun seorang petugas tampaknya bersandar pada sebuah selendang yang digunakan sebagai tirai ranjang. Tirai itu terjatuh ke arah sang adik hingga terbangun. Adik Marie langsung memeluk ibu Marie sambil menangis memohon agar tidak dipindah. Selama satu jam, keduanya beradu argumentasi. Seorang petugas mengatakan "untuk apa ribut, toh anak ini tidak akan dibunuh". Petugas beberapa kali mengancam akan menggunakan kekerasan. Pada akhirnya ibunda Marie menyerah, Ia mengganti pakaian adik Marie sambil menangis dan menyerahkan kepada petugas. Namun sang adik kembali berbalik. Petugas mulai kehilangan kesabaran "Berhenti menceramahi anak ini!". Sebelum pergi, adik Marie mencium sang ibu, kakak dan bibi Elisabeth. Ibu Marie kemudian memohon agar bisa dipertemukan dengan adik Marie hanya di setiap jam makan. Keinginan ini tidak dikabulkan. Belakangan diketahui bahwa adik Marie dirawat oleh Simon, tukang sepatu yang berpendidikan rendah dan berperangai kasar.
Pada 2 Agustus 1793 pukul 2 pagi, ibunda Marie dibangunkan paksa. Ia akan dipindah ke Conciergerie untuk disidang. Marie dan bibi Elisabeth memohon untuk menemani namun tidak diperbolehkan. Ibu Marie berganti pakaian di hadapan petugas. Sebelum pergi, ia menciumi Marie, meminta untuk menjaga kesehatan dan memperlakukan bibi Elisabeth sebagai ibu sambung. Anjing kecil jenis spaniel bernama Thisbie berusaha mengikuti ibunda Marie namun dilarang petugas untuk ikut ke kereta. Thisbie berlari mengikuti kereta tersebut. Setiba di Conciergerie, Thisbie berusaha menyusup di antara kaki ibu Marie namun ditendang keluar oleh petugas. Sejak itu, setiap hari Thisbie menunggu di tempat yang sama sambil meraung. Penjaga yang merasa terganggu oleh si anjing, berusaha menakuti dengan menodongkan pucuk bayonet. Thisbie tidak pernah meninggalkan tempat itu kecuali saat lapar. Thisbie pergi dari rumah ke rumah di sekitar untuk mendapatkan sisa makanan. Di hari pertama setiba di Conciergerie, ibu Marie ditempatkan sementara di ruangan milik pemimpin penjara bernama Richard. Setelah itu, ibu Marie ditempatkan di ruangan yang sangat lembab sebab di dekat situ ada aliran sungai. Petugas selalu mengawasi ibu Marie di ruangan itu. Marie dan bibi Elisabeth memohon agar ibu Marie dibawakan air minum dari Viledavre sebab ibu Marie tidak dapat meminum air dari sungai, yang dapat membuatnya sakit. Sebagian petugas setuju, yang lain keberatan.
Tentang adik Marie, setiap hari ia mendengar Simon dan adiknya bernyanyi dengan jendela terbuka sehingga petugas bisa mendengar. Simon memakaikan topi merah di kepala sang adik. Sebelum sang adik dipindah, ibu Marie berharap agar baju berkabung sang adik tidak diganti. Namun setelah di tangan Simon, pertama yang dilakukan justru mengganti pakaian berkabung tersebut. Pada akhir Agustus, sang adik jatuh sakit setelah dipaksa makan banyak dan minum anggur.
Marie menghabiskan bulan September 1793 dengan lumayan tenang. Ia masih bisa ke atap setiap hari. Marie mendengar selentingan bahwa sang ibunda hampir lolos dari tahanan. Namun penjaga terakhir yang sudah disuap justru menolak melepaskan ibu Marie. Marie juga mendengar bahwa istri penjaga ruangan ibu Marie (nyonya Richard) sangat baik terhadap ibu Marie. Mengetahui ibu Marie tak bisa minum air dari sungai, Nyonya Richard mengambil resiko membawakan dari mata air lain. Ia juga menyediakan makanan yang layak seperti ayam dan buah-buahan yang diperoleh langsung saat Nyonya dan bapak Richard belanja ke pasar. Pasutri Richard dibantu ole Rosalie Lamorliere. *Silahkan baca di bagian lain tentang Marie Antoinette dan Rosalie Lamorliere*.
Petugas kembali mendatangi ruangan Marie untuk mengambil sisa pakaian ibu Marie tetapi menolak memberitahu kondisinya. Diketahui ternyata Ibu Marie Therese menulis surat untuk dirinya, tidak panjang namun jelas : "Saya hendak memberitahu kamu, anakku, bahwa saya baik, saya tenang, dan saya merasa damai jika anakku yang kasihan ini terbebas dari perasaan gelisah. Saya memelukmu dan juga bibimu. Tolong kirimkan (menyebut beberapa potong pakaian dan asesoris)" Surat ini tidak ditandatangani sang ibunda namun oleh petugas. Tetapi surat ini juga tidak sampai di tangan Marie Therese.
Tison yang biasa mengerjakan tugas domestik seperti membersihkan lantai dan merapikan tempat tidur, tiba-tiba diberhentikan. Mereka tak ingin tahanan mereka diberikan kenyamanan. Jadi, Marie Therese dan bibi saling membantu mengerjakan. Esok harinya, datang lagi untuk mengumumkan perubahan pada menu makanan, dengan alasan ekonomi. Untuk peralatan makan, tidak diperbolehkan menggunakan keramik dan juga perak. Alas tidur diganti bahan yang lebih rendah kualitas. Sang bibi menderita radang kulit di lengan. Seorang penjaga penjara memberikan obat oles, sementara yang lain tak peduli. Bibi Elisabeth menyuruh Marie untuk membiasakan diri berjalan cepat selama satu jam setelah makan. Memercikkan air ke udara di ruangan agar merasa segar. Merapikan ruangan. Ia juga mengajarkan sang keponakan untuk menata sendiri rambutnya, memakai baju, memasang korset, menambal stoking dan pakaian seorang diri.
Pada 8 Oktober 1793, Chaumet datang lagi bersama Pachet, David dan selusin petugas. Pachet meminta Marie untuk turun ke bawah. Bibi Elisabeth hendak menemani tentu ditolak. Ia menanyakan apakah Marie akan kembali, Chaumet pun membalas "kamu bisa mempercayai kata-kata republikan" Marie menyerahkan keselamatan dirinya pada Tuhan. Di tengah perjalanan, Marie berpapasan dengan adiknya. Ia pun menciumi Louis namun segera ditarik oleh istri Simon dan meminta Marie masuk ke ruangan sebelah. Di ruangan itu Marie duduk berhadapan dengan Chaumet. Marie ditanya apakah ia mengenal beberapa nama yang disebutkan, Marie menjawab tidak. Setelah menjawab semua pertanyaan dan kembali ke ruangan, giliran bibi Elisabeth yang diberikan pertanyaan yang sama.
Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 11 Oktober 1793, tukang masak yang setia dan cerdas bernama Turgy dipaksa keluar dari penjara Temple.
Tanggal 16 Oktober 1793, sekitar 4.30 subuh dan setelah melewati persidangan yang hampir 23 jam, ibu Marie didakwa mati. Ibu Marie menghabiskan sisa jam untuk menulis surat kepada bibi Elisabeth. Namun surat ini tidak disampaikan ke bibi Elisabeth namun beruntung sejarah merekam isi surat ini. Berita eksekusi ibu Marie tidak disampaikan kepada bibi Elisabeth dan Marie.
Bibi Elisabeth mengeluarkan sebuah paket kecil berisi potongan rambut ayah dan ibu Marie Therese, kemudian ditambahkan potongan rambut sang bibi. Suvenir rambut itu diberikan kepada Marie Therese. "Berikan hatimu kepada Tuhan. Tuhan memberi kita ujian karena Tuhan sayang kita" Sejatinya bibi Elisabeth hendak memberikan kenangan berupa tulisan, namun semua peralatan tulis sudah disita dari ruangan.
Bibi Elisabeth
Pada 9 Mei 1794 pagi, pintu penjara diketuk dengan kasar. Bibi Elisabeth meminta waktu sebentar untuk berpakaian sebelum membuka pintu. Petugas mengatakan "tak ada waktu untuk itu". Pintu seolah mau didobrak saking kasarnya. Beberapa petugas datang hendak membawa sang bibi pergi. "Apakah keponakanku akan tetap di sini?" Dengan kasar dijawab "bukan urusanmu!" Sang bibi mengatakan "Jangan sedih. Aku akan kembali". Petugas penjara menjawab "Tidak. kau tidak akan kembali. Ambil topimu dan turun! ". Bibi Elisabeth memeluk Marie, dan meminta Marie berserah pada Tuhan. Saat di bawah Temple, Marie melihat petugas mengecek bibi Elisabeth lagi dan tidak menemukan apapun di dalam pakaiannya. Dalam ketakutan, Marie Therese melihat kepergian sang bibi sampai tak lagi nampak di pandangannya. Beberapa hari kemudian, Marie Therese meminta petugas penjara membawakan beberapa pakaian untuk sang bibi sebab saat pergi, sang bibi hanya membawa sedikit pakaian. Petugas mengatakan "itu sangat tidak mungkin".
Bibi Elisabeth sampai di Conciergerie pukul 8 pagi. Ia diharuskan menunggu dua jam di ruang tunggu, bagian dokumentasi. Kemudian sang bibi dibawa ke atas untuk menjalani interogasi. Salah satu pertanyaan adalah mengenai pelarian Elisabeth bersama keluarga Marie Therese pada pertengahan 1791 silam. Mereka menuduh bahwa Elisabeth dan yang lain hendak melarikan diri dari Perancis dan bergabung dengan para pendukung revolusi Perancis di luar negeri dan juga negara musuh Perancis. Hal ini dibantah oleh Elisabeth. Sejatinya kakak Elisabeth, raja Louis XVI hendak ke Montmeidy, salah satu kota di Perancis yang masih memiliki dukungan besar ke kerajaan. Dalam pelarian ini, bukanlah keinginan Elisabeth, namun karena ia menghormati ajakan sang kakak. Setelah persidangan selesai, Elisabeth menandatangani setiap dokumen sebelum kembali ke Conciergerie.
Di masa Revolusi ini, setiap hari selalu ada tahanan yang masuk ke Conciergerie, tetapi juga ada tahanan yang keluar untuk dieksekusi. Ruang tunggu Conciergerie berada di sebelah kiri pintu masuk utama. Ruang ini dibagi dua bagian. Satu ruang untuk dokumentasi, untuk para tahanan yang baru datang. Satu ruang lagi untuk para tahanan sebelum dibawa pergi untuk dieksekusi. Biasanya para tahanan malang ini menunggu 36 jam di ruang tunggu.
Agak beruntung bahwa Elisabeth diberikan ruang untuknya seorang diri. Ia menempati area di bawah pengawasan bapak Richard (baca artikel Marie Antoinette dan Rosalie Lamorliere). Bibi Elisabeth menanyakan keberadaan Marie Antoinette pada bapak Richard. Bibi Elisabeth tahu betul bahwa Marie Antoinette dibawa dan ditahan di gedung yang kini ia tempati. Takut menjawab dengan jujur, bapak Richard berbohong "Dia sangat baik, dan tidak butuh apapun". Pagi harinya, Elisabeth menanyakan waktu pada bapak Richard. Bapak Richard menunjukkan jam saku ke arah Elisabeth. "kakak perempuanku juga memiliki jam yang sangat mirip". Diketahui bahwa saat ditahan di Conciergerie, Marie Antoinette menggantung jam saku pemberian ibunya yang ia berhasil bawa hingga ke Perancis saat menikah. Namun petugas diperintahkan untuk mengambil jam tersebut dengan alasan khawatir akan digunakan untuk menyuap penjaga penjara. Marie Antoinette menjelaskan bahwa jam itu bukan dibeli menggunakan uang rakyat Perancis, namun tetap saja diambil paksa. Ia pun menangis getir. Apakah jam yang dipakai bapak Richard milik mendiang sang kakak ipar, tak ada yang tahu.
Kemudian Elisabeth meminum sedikit coklat panas untuk sarapan sebelum menuju ke pintu utama penjara pada pukul 11. Di sana, sudah menunggu beberapa tahanan wanita. Salah satunya adalah nyonya Senozan, saudari dari Malesherbes. Malesherbes adalah salah satu orang yang membela Louis XVI di hadapan Majelis Rakyat Perancis. Malesherbes telah dipenggal mati sebulan sebelumnya bersama putri, menantu, cucu dan cucu menantu dengan tuduhan membantu para pelarian politik. Adalah Malesherbes salah satu pria yang menghabiskan malam bersama ayah Marie Therese bersama Clery, pegawai setia sang ayah di malam terakhir sang ayah.
Sambil menunggu, Elisabeth meninggalkan pesan kepada bapak Richard untuk disampaikan kepada Marie Antoinette. Seorang tahanan yang akan menjalani eksekusi mengatakan "nona, kakakmu telah bernasib seperti yang akan kita jalani". Mereka sengaja menempatkan Elisabeth di urutan paling terakhir yang akan dieksekusi. Namun Elisabeth disebut sangat tenang, ia siap mengorbankan dirinya untuk Tuhan. Ia bahkan menguatkan beberapa wanita yang dieksekusi sebelum dirinya. Mereka saling berpelukan. Elisabeth yang sudah seperti ibu angkat bagi Marie, wafat pada 10 Mei 1794 di usia 30 tahun. Padahal jika mau, sebelum ditangkap pun Elisabeth punya banyak kesempatan untuk menyelamatkan diri. Namun ia tetap berada di samping sang kakak tercinta, raja Louis XVI. Elisabeth telah menjadi yatim dan piatu sebelum ia berusia 4 tahun namun memiliki jiwa yang mengayomi. Pada hari yang sama, Maximilien Robespiere, tokoh revolusi yang dianggap jujur mengunjungi kios buku yang terletak di Palais-Royal, dan melihat-lihat buku seperti yang sering ia lakukan. Penjual buku bernama Maret berkata terus terang "Masyarakat bersuara lantang menentang kamu. Memang Elisabeth sudah berbuat kejahatan apa sehingga kamu menghukum dia mati?" Sambil melihat ke arah Barere yang menemani, Robespiere menjawab "percayalah Maret, bukan aku. Aku malah risau ingin menyelamatkan dia, namun bajingan Collot d'Herbois itu yang mengambil Elisabeth dariku"
Sehari setelah Elisabeth dipenggal, turun hujan sangat deras. Tak disangka, Robespiere mendatangi Marie Therese di penjara Temple. Ia hanya memandangi remaja yatim piatu itu sambil sesekali berbisik kepada penjaga penjara. Penjaga pun tak mengenali siapa pria di depannya. Bagaimana Marie Therese bisa mengenali Robespiere, ia tak menjelaskan namun ia memberi secarik nota yang memberitahu bahwa adiknya sakit. Ia sudah meminta ijin kepada pemerintah untuk merawat, namun belum ada jawaban, sekarang waktunya untuk meminta ijin lagi. Nota itu diambil oleh Robespiere dan ia pergi.