Monday, March 21, 2022

Hidup Tragis Seorang Marie Antoinette 1

Masa Kecil Marie Antoinette Hingga Berusia 14 Tahun
Marie Antoinette dilahirkan pada 2 November 1755 sebagai anak perempuan terakhir tetapi bukan anak terakhir. Ia memiliki seorang adik laki-laki. Nama aslinya adalah Maria Antonia Josephe Jeanne. Ayahnya adalah Francis I, Kaisar Suci Romawi dan ibunya adalah permaisuri Maria Theresa. Oleh karena ia lahir di hari berkabung dalam agama Katolik, maka ulang tahun Marie Antoinette selalu dirayakan sehari sebelumnya yaitu pada hari para Santa. Hari kelahiran Marie Antoinette bertepatan dengan gempa besar di Lisbon, Portugal. Bencana berkekuatan 7,7 hingga 9 magnitude ini memakan korban hingga puluhan ribu jiwa. Secara kebetulan, banyak penduduk dan gereja yang menyalakan lilin sebagai perayaan hari Santa. Goncangan akibat gempa mengakibatkan lilin berjatuhan dan menyebabkan bencana selanjutnya, yaitu kebakaran massal. Sungguh sebuah pertanda yang tidak diinginkan oleh semua orang yang lahir di dunia ini.
Ia memiliki 14 kakak kandung dan seorang adik kandung laki-laki. Enam kakak kandung Marie Antoinette meninggal saat masih kecil atau remaja. Ironisnya, dari seluruh anggota keluarga termasuk ayah ibunya, tidak ada yang berusia melampui 70 tahun. Marie Antoinette memiliki hubungan dekat dengan Maria Carolina, kakak yang berusia 3 tahun di atasnya. Seorang musikus terkenal bernama Wolfang Amadeus Mozart datang memenuhi panggilan untuk menghibur di istana. Namun di depan penonton, Mozart tampak kikuk dan terjatuh. Marie Antoinette yang mendekat untuk menolong dan mengusap air mata Mozart. Mozart kebetulan memiliki usia sebaya dengan Marie Antoinette. Namun kelak Mozart akan wafat di usia 35 tahun akibat sakit.
Dari kecil, Marie Antoinette (saya gunakan inisial MA) sudah dijodohkan dengan Louis XVI. Perwakilan dari keluarga Louis XVI datang sejak gadis itu masih berusia remaja. Ia melaporkan kepada raja Louis XV bahwa secara akademis, Marie Antoinette memang kurang namun ia memiliki perilaku yang baik. Di usia 10 tahun, ayahnya wafat. Kakak sulung laki-laki naik tahta menjadi kaisar Joseph II, bertahta bersama sang ibu.
Sebelum MA siap dikirim ke Perancis untuk menikah, ia menjalani proses perataan gigi yang menyakitkan. Beberapa saat sebelum meninggalkan Austria untuk selamanya, Marie Antoinette menangis di pelukan ibunya. Ia mendapatkan mas kawin berupa beberapa jam tangan. Salah satu jam tangan ini kelak akan menjadi jam tangan terakhir yang ia kenakan namun disita oleh petugas penjara. Permaisuri Maria Theresa, sang ibunda berpesan "Banyaklah berbuat baik buat masyarakat Perancis, sehingga kita bisa mengatakan bahwa kita mengirim seorang malaikat untuk negara Perancis". Ia pergi ditemani oleh anjing kesayangannya bernama Mops, serta para asisten yang diangkut oleh 57 kereta. Konon perjalanan dari Vienna menuju Versailles memakan waktu hingga 3 minggu lamanya.

Pernikahan Marie Antoinette Dengan Calon Raja Louis 
Di tengah perjalanan, mereka berhenti di hutan Compiegne. Di situ Marie Antoinette disambut oleh wanita yang ia sebut Ibu Etiket. Marie Antoinette diharuskan meninggalkan anjing dan para asistennya. MA menangis saat dipisahkan dari Mops. Ibu Etiket mengatakan bahwa ia bisa memiliki anjing Perancis sebanyak yang ia mau. Gaun ala kerajaan Austria harus ia tanggalkan sebelum memasuki Perancis. MA dirias menjadi seorang putri Perancis, dengan gaun dan penutup kepala biru turqouise. Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan untuk bertemu raja Louis XV dan suami. Mereka kemudian beriringan menuju ke istana Versailles. MA pun terpana dengan kamar tidurnya yang sangat mewah. Di sebelah ranjang tidur terdapat pintu yang menghubungkan ke kamar lain yang berfungsi lebih pribadi. Dua hari kemudian, MA dan Louis menikah di gereja. Mereka kemudian menjalani ritual ranjang agar mereka memiliki keturunan. Pada kenyataannya, MA tak kunjung hamil.'

Kehidupan Setelah Menikah
Etiket untuk MA sangat rumit. Setiap bangun tidur, ia sudah disambut oleh ibu Etiket dan para wanita lain. Pada wanita itu adalah para anggota kerajaan dan bangsawan. Wanita yang memiliki status tertinggi, akan bertugas melayani MA dengan menyediakan air untuk membasuh tangan, handuk untuk mengusap tangan dan memakaikan pakaian. Kegiatan ini selalu dilakukan setiap pagi namun MA merasa konyol namun tak dapat berbuat apapun. Setelah berpakaian, ia sarapan bersama sang suami dengan ditonton oleh banyak orang. Minuman MA hanyalah air putih yang didatangkan dari sumber mata air. 
Hubungan MA terhadap anggota kerajaan lain umumnya baik, terutama pada adik ipar bungsu yang bernama Charles. Namun MA menolak berkomunikasi dengan Nyonya Jeanne Du Barry, selir raja Louis XV. Du Barry tidak dapat memulai komunikasi dengan MA sebab statusnya di bawah MA. Ibu MA dan wakil dari Austria meminta MA membuka komunikasi dengan Nyonya (Jeanne) Du Barry. Sikap diam MA terhadap nyonya Du Barry dianggap tak bijak.  Posisi MA juga dianggap belum kuat selama ia belum memiliki keturunan. Pasalnya, suami MA adalah calon raja. Ibunda MA khawatir kalau raja Louis XV, sang kakek, akan berubah pikiran dan membatalkan pernikahan. MA pun memulai percakapan singkat "Hari ini banyak orang di Versailles". Meskipun singkat, namun Du Barry disebut sangat puas. Raja Louis XV mengirim dokter tua untuk memeriksa kondisi sang cucu. 

Menjadi Raja dan Ratu Perancis
Pada tahun 1774, Louis XV wafat akibat terserang cacar. Di usia 19 tahun, suami Marie Antoinette bertahta menjadi raja. Ia menggandeng sang istri untuk berlutut dan berdoa "kita masih muda, ini berat Tuhan". 
Ibunda MA kerap mengirim surat dari Austria, berharap agar MA lekas hamil dan memiliki keturunan. Ibunda MA berpikir ada yang salah dengan Louis sebab ia tak terangsang oleh anaknya. Hingga suatu hari pada tahun 1777, kakak laki-laki MA yaitu kaisar Joseph II datang untuk berbicara dengan Louis. Mendengar pengakuan Louis soal kehidupan seks, ia tidak melihat ada masalah medis pada diri Louis. Hanya saja cara berhubungan yang mungkin keliru. Hal ini disampaikan melalui surat ditujukan kepada Leopold, kakak laki-laki MA yang lain. 

Kelahiran Marie Therese dan Adik-Adiknya
Kedatangan Joseph ini berbuah manis, pada 19 Desember 1778, MA pun melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Marie Therese Charlotte Bourbon. Marie Therese adalah nama ibunda Marie Antoinette. Keluarga kerajaan Perancis dan masyarakat masih menghendaki MA melahirkan pewaris kerajaan, yaitu bayi laki-laki. Sehingga kelahiran Marie Therese tidak disambut antusias. MA berkata "kasihan gadis kecil, kamu tidak dikehendaki, tetapi kamu tetap aku sayangi. Anak laki-laki akan menjadi milik negara, kamu akan menjadi milikku"
 Setelah kelahiran Marie Therese kecil, suami MA menghadiahkan sebuah rumah bernama Petit Trianon sebab ia mengetahui bahwa MA tidak menyukai ritual istana Versailles yang kaku. Louis membebaskan MA merenovasi rumah tersebut sesuai selera MA. MA membuat taman, sungai, perkebunan dan peternakan di sekitar rumah tersebut. Rumah tersebut dahulu dibangun oleh raja Louis XV untuk ditinggali selir bernama Nyonya Pompador.  Untuk mendatangi Petit Trianon, raja Louis XVI harus terlebih dulu mendapat undangan atau ijin dari MA. Tak lama kemudian, MA terserang cacar dan menghabiskan waktu sebulan hanya di Petit Trianon ditemani oleh empat orang pria yang diklaim bertindak sebagai "perawat". Petit Trianon masih bertahan hingga kini, dan dibuka untuk publik, sebagai museum. 
Pada 1781, MA kembali melahirkan, namun kali ini sangat dinantikan oleh banyak orang sebab sang bayi adalah anak laki-laki yang diberi nama Louis Joseph. Pada tahun 1785, Marie Antoinette melahirkan bayi laki-laki lagi bernama Charles. 

Madame Deficit
Hari-hari Marie Antoinette dilewatkan dengan berbagai kegembiraan termasuk pesta topeng, opera, balapan kuda dan judi tak berkesudahan. Dalam setahun, Marie Antoinette bisa memesan 150 gaun berikut berbagai pasang sepatu. Ia juga menyukai minyak wangi dan aneka kue. Marie Antoinette memiliki penata rambut pribadi bernama Leonard. Suatu ketika, Leonard berhasil menata rambut Marie Antoinette setinggi 90 cm. 
 Siapa yang tak suka dekat dengan seorang wanita yang memiliki posisi tertinggi di kerajaan, selain suaminya?  Wanita ini kerap mengadakan pesta tanpa perlu bersusah payah menyiapkan dan membereskan. Teman-teman hanya perlu datang dan bersuka ria. Siapapun akan terbuai menjadi temannya. Dua rekan terbaik MA adalah Yolande de Polastron dan juga nyonya Lamballe yang pernah menikah singkat dengan paman Louis XVI. Yolande de Polastron dikenal cantik dan juga pandai melukis. Sayang kebiasaan borosnya menimbulkan kebencian. 


Keuangan Perancis Benar-Benar Goyah
Pada tahun 1786, MA melahirkan untuk terakhir kalinya. Bayi perempuan yang diberi nama Sophie itu hanya bertahan hidup selama 11 bulan. Pada 1789, putra sulung Marie Antoinette wafat setelah lama menderita tuberkulosis. Penyakit ini membuat anak sulung Marie Antoinette seperti semi lumpuh. Ia selalu ditemani seorang pelayan laki-laki. Di tahun inilah, masyarakat Perancis terutama di Paris mulai merasakan harga makanan yang mencekik. Ekonomi mulai goyah. Penasihat keuangan raja Louis XVI memberi masukan yang berdampak buruk. Raja Louis XVI mulai depresi, ia berjalan di sekitaran istana tanpa tujuan. Ia menolak berbicara dengan siapapun selama 10 hari. Suami Marie Antoinette ini memiliki perawakan tinggi yaitu 194 CM. Namun penampilannya tak bisa rapi dalam jangka waktu lama meskipun ia selalu dikelilingi oleh pegawai istana yang siap merapikan penampilan sang raja. Ia selalu tidur jam 11 malam, tanpa melepas wig. Tak ayal saat bangun, wig yang ia pakai kempes sebelah. Louis menyukai kegiatan berburu, namun ia memiliki karakter yang lemah. Marie Antoinette menduga hal itu disebabkan oleh ibu kandung Louis saat Louis masih kecil. Setelah ayah Louis wafat di usia muda, ibunda Louis tak memiliki semangat hidup lagi. Ibu Louis yang bernama Maria Josepha tersebut hanya mengurung diri meratapi kepergian sang suami. Ia tak memiliki selera makan. Seluruh ruangan yang ia huni ditutup oleh kelambu berwarna abu-abu. Louis yang kala itu berusia 11 tahun dibawa masuk ke kamar sang ibu bersama adik-adiknya. Hampir setiap hari. Namun hanya Louis yang seolah paling memahami perasaan sang ibu. Ia sabar mendengarkan curhatan sang ibunda. Sementara dua adik laki-laki Louis lebih cuek. Benar saja, pada awal musim semi 1767, ibunda Louis wafat, di usia 35 tahun. 

Hubungan Dengan Axel Von Fersen Semakin Dekat
Rekan lama MA bernama Axel Von Fersen, pria kelahiran Swedia yang dikenal tampan, kembali datang. Axel ini diduga memiliki hubungan terlarang dengan MA, berdasarkan bukti surat-surat di antara mereka. Beberapa kalimat pada surat ini memang telah "dikaburkan" dengan cara dicoret-coret. Namun dengan kecanggihan alat jaman sekarang, para ahli teknologi membantu para ahli sejarah untuk membaca apa yang ada di balik coretan-coretan tersebut. Pada tahun 1785, tepat sembilan bulan setelah kepulangan Axel, MA melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Louis Charles. Banyak spekulasi menyebut bahwa anak itu adalah hasil hubungan dengan Axel. Namun para asisten menyebut bahwa pada saat sebelum mengandung, Louis XVI sering menghabiskan malam bersama MA. Axel, berkirim surat kepada adik perempuannya. Ia mengatakan telah memutuskan untuk tidak akan pernah menikah. "saya tidak bisa menjadi milik seseorang yang saya benar-benar inginkan".

Sejenak Tentang Axel Von Fersen, Pria Idaman Lain Marie Antoinette
Kelak Axel akan meninggal di usia yang relatif muda, yaitu 54 tahun dengan cara yang sama tragis dengan Marie Antoinette dan Louis XVI. Bermula dari kematian pangeran tahta Charles August, yang jatuh dari kuda dan menderita pendarahan otak setelah memeriksa pasukan di Scania, utara Swedia. Warga curiga bahwa pangeran Charles August telah diracun oleh pendukung raja Gustav IV Adolf. Tersangka utama di pikiran mereka adalah Axel Von Fersen dan adiknya, Sophie. Sejak itu, Axel menerima banyak ancaman pembunuhan. 
Tanggal 20 Juni 1810, jenazah pangeran Charles August dibawa dari Scania untuk dimakamkan. Axel berada di kereta depan memimpin iringan, bersama pasukan lain. Di perjalanan, kaca kereta yang ditumpangi Axel pecah oleh lemparan koin dan juga peluru. Kereta Axel dihadang oleh warga yang membentuk barikade. Pengikat pada kuda-kuda yang menarik kereta tersebut dilepaskan, dan Axel ditarik paksa keluar dari kereta. Pasukan yang melihat ini hanya bisa diam. Akhirnya, seorang pria bernama Silfversparre berusaha menyelamatkan Axel. Ia menawarkan agar Axel ditahan dan akan disidang. Seorang pria bernama Otto Johan Tandefelt menginjak dada Axel dengan kedua kakinya. Tulang-tulang rusuk Axel patah dan menekan organ tubuhnya. Axel tewas di tempat. Beberapa bulan kemudian, Axel dan Sophie dibebaskan dari segala tuduhan mengenai tewasnya pangeran Charles August. Jenazah Axel dimakamkan dengan upacara kenegaraan. Sementara Otto Johan Tandefelt didakwa dengan pembunuhan dan penjara. Setelah beberapa tahun ditahan, ia kemudian diampuni oleh raja Swedia, Charles XIII, yang merupakan ayah angkat pangeran Charles August. Otto pindah ke Amerika dan berganti nama menjadi Patterson. 

Istana Versailles Digeruduk Wanita Dari Paris
Pada 5 Oktober 1789, sejumlah wanita dari Paris berjalan kaki menuju ke istana Versailles. Mereka membawa berbagai senjata. Saat mendengar para wanita ini sedang dalam perjalanan, suami Marie Antoinette menolak untuk menyelamatkan diri "lari dari sekumpulan wanita yang kelaparan?"  Saat para wanita ini tiba di depan istana Versailles, Louis XVI meminta penjaganya untuk membuka gerbang dan beberapa utusan wanita masuk menemui sang raja. Kemungkinan kelelahan dan kelaparan, seorang utusan wanita pingsan di hadapan Louis. Setelah sadar, ia mengucapkan "roti". Louis XVI menjanjikan akan memenuhi permintaan tersebut. Namun para wanita lain merasa belum puas. Mereka bertahan di luar Versailles dan tidak langsung kembali ke Paris. Tanggal 6 Oktober 1789 subuh, mereka menggunakan siasat untuk masuk. Beberapa wanita muda menggunakan pesona tubuhnya untuk menggoda penjaga gerbang. Kesempatan ini dimanfaatkan pria-pria bersenjata yang juga di antara wanita-wanita ini. Tujuan utama mereka adalah ke ruang MA, tentu untuk dibunuh. Ada seorang pria mengenakan mantel dan topi, layaknya seorang bangsawan. Ia menunjukkan di mana ruang MA. Betapa bencinya ia terhadap MA sehingga ia seolah tak peduli akan nyawa MA.  Dua bodyguard yang menjaga kamar Marie Antoinette tewas ditebas. (kisah MA bersama 3 asistennya kabur melalui pintu rahasia sudah diungkap di bagian lain). Massa kemudian berkumpul di bawah balkon. Kepala dua bodyguard malang tersebut dipasang di atas tombak dan diacung-acungkan ke arah balkon. Beberapa menembakkan peluru ke jendela kaca di balkon. Marie Antoinette keluar ke balkon dan membungkuk meminta maaf. Mereka berteriak "Hidup ratu~ Hidup Ratu". Tak lama kemudian diikuti oleh teriakan "ke Paris"

Meninggalkan Istana Versailles Untuk Selamanya
Marie Antoinette, Louis XVI, kedua anak mereka dan beserta rombongan pegawai istana termasuk nyonya Lamballe berangkat menuju ke Paris. Diikuti oleh rombongan para wanita yang "kelaparan". Sesampainya di Paris, rombongan kerajaan ditempatkan di istana Tuileries. 

Upaya Pelarian Ke Montmedy
Pada 20 Juni 1791, Axel Von Fersen merancang rencana bagi MA sekeluarga untuk melarikan diri ke Montmedy. Di Montmedy, Louis XVI berencana mengadakan kontra revolusi dengan cara bergabung dengan pasukan pendukung kerajaan. Di kota Montmeidy disebutkan masih banyak warga pendukung kerajaan.
 Di dalam kereta, terdapat raja Louis XVI, Marie Antoinette, Marie Therese, Louis Charles, adik bungsu Louis XVI yaitu Elisabeth serta pengasuh Louis Charles yaitu nyonya Tourzel. Mereka menyamar sebagai keluarga turis Russia.  Pada saat yang hampir bersamaan, adik Louis XVI yaitu Count of Provence dan istrinya juga melarikan diri, menuju ke Austria-Belanda, sehingga mereka menggunakan jalur berbeda dan selamat sampai tujuan.
Axel mengikuti MA dan keluarga hingga ke tujuan berikutnya dan kemudian diperintahkan oleh Louis XVI untuk meninggalkan mereka. Namun pelarian MA ini hanya berlangsung selama 23 jam. Saat mencapai Sainte-Menehould, identitas asli mereka mulai dikenali. Dan saat mencapai Varennes, mereka diberhentikan oleh seorang pria bertubuh pendek bernama Drouet. Ia dibantu oleh beberapa serdadu untuk memblokir jalan. Setelah beradu argumen, Louis dipertemukan dengan seorang pedagang lokal bernama Saucy yang juga seorang pengacara. Kepada Saucy, Louis meminta diijinkan meneruskan perjalanan agar mereka bisa sampai di Rusia untuk memenuhi undangan Bapak Baron yang mengadakan pesta kostum akbar untuk sang istri. Awalnya Bapak Saucy percaya, apalagi setelah melihat paspor. Namun Drouet mengancam bahwa membiarkan mereka pergi berarti Saucy siap kehilangan kepala. Louis dan rombongan kemudian dibawa ke rumah Saucy, bertemu dengan istri Saucy. Mereka terpaksa menginap semalam. Salah satu alasan pelarian ini gagal akibat suami MA yang beberapa kali menunda kepergian. Raja Louis XVI semula enggan meninggalkan Paris, ia menganggap bahwa hanya segelintir orang yang mendukung revolusi.  Pelarian ini menjadi salah satu alasan kuat raja Louis XVI kelak dipenggal.

Menjadi Tahanan Tuileries Kembali
Majelis Nasional mengirim Mayor Petion dan Barnave untuk mengantar mereka kembali ke Paris. Tugas mereka selain mengantar adalah melindungi anggota kerajaan terutama Marie Antoinette. MA banyak mendapat ancaman pembunuhan. Setelah kembali ke Paris, mereka ditahan di istana Tuileries lagi namun kali ini dengan penjagaan yang ekstra ketat. Hingga pada 10 Agustus 1792, istana Tuileries diserbu warga. Banyak "Penjaga Swiss" yang menjaga anggota kerajaan terbunuh di peristiwa ini. Warga mendesak agar bekas anggota kerajaan ini dipindahkan ke penjara Temple. Untuk sementara waktu, bekas keluarga kerajaan ini ditempatkan di Feuillans. Baru pada 13 Agustus 1792, mereka dipindah ke penjara Temple. 
Penjara Temple merupakan bangunan berusia 400 tahun, dibangun dengan kokoh, dikelilingi oleh 4 menara. Pada salah satu menara terdapat sebuah tangga berbentuk spiral yang menghubungkan lantai atas. Secara bertahap, perabotan dari istana Tuileries dipindah ke penjara Temple. 

Turgy, Si Tukang Masak Yang Bernyali Besar
Tanpa diketahui bekas anggota kerajaan, secara diam-diam tukang masak Turgy pergi ke penjara Temple. Ia membawa serta kedua rekannya yaitu Chretien dan Marchand yang juga bersedia mengikuti dirinya. 
Sesampai di depan penjara, Turgy mengenali seorang penjaga yang pernah bekerja di istana Tuileries. Meski awalnya enggan, namun penjaga tersebut mengajak Turgy, Chretien dan Marchand masuk. Mereka langsung menuju ke dapur. Ternyata di dapur sudah ada tiga tukang masak. Dengan pura-pura yakin, Turgy menjelaskan bahwa mereka bertiga dikirim untuk membantu di dapur. Kedatangan Turgy dan kedua rekannya ini seperti penolong di waktu tepat sebab dapur nampak berantakan. Penjara ini tidak ditempati selama 3 tahun. Orang terakhir yang menempati adalah adik kandung Louis XVI yaitu Comte d'Artois, yang keturunannya hidup hingga saat ini. Comte d'Artois ini berhasil kabur dari Perancis pada 1789. Turgy tahu betul bahwa sewaktu-waktu ia dan kedua rekannya akan menghadapi pertanyaan dari utusan pemerintah pendukung revolusi. Benar saja, pada hari kedua ia ditanya "siapa yang memberi wewenang kalian untuk bekerja di sini?" Jawaban Turgy "konselor" meyakinkan petugas tersebut. Keesokan hari, tiga petugas konselor yang tampak lebih berpendidikan, datang ke bagian dapur. Mereka adalah Chabot, Santerre dan Billaud de Varenne. Mereka memandang Turgy, Chretien dan Marchand dengan curiga. Chabot mengetahui bahwa Turgy dan kedua rekannya bekerja di istana Tuileries dan memberi pertanyaan yang sama dengan petugas sebelumnya. Dengan yakin, Turgy menjawab "(utusan pemerintah) mayor Petion dan Manuel". Chabot membalas "mungkin kalian dianggap warga yang baik. Bertahanlah di posisi kalian, negara akan memperlakukan kalian dengan lebih perhatian daripada pemimpin kalian yang tirani itu". Turgy dan kedua rekannya serempak menjawab. Setelah konselor pergi, Chretien dan Marchand menyeletuk "kamu mau kita bertiga ini mati ya? Kamu bilang ke deputi yang menyuruh kita adalah konselor. Dan kepada konselor kamu bilang yang menyuruh kita deputi/utusan pemerintah". Beruntung mereka bertiga tidak pernah menghadapi nasib itu. 
 
Jasa Besar Tukang Masak Turgy Untuk Marie Antoinette
Ohh satu lagi jasa Turgy untuk Marie Antoinette, yaitu pada saat istana Versailles dirangsek para wanita tanggal 6 Oktober 1789 subuh silam. Bodyguard yang menjaga kamar MA segera membuka pintu kamar, berteriak agar mereka bergegas mengunci pintu kamar dan membawa sang ratu keluar dari kamar. Tentu bukan pintu yang dijaga oleh bodyguard tersebut. Seperti yang telah saya kisahkan di awal, kamar MA yang sangat menawan ini memiliki sebuah pintu "rahasia" yang terletak di pojok kamar. Meski rahasia, namun pintu ini tampak terlebih jika kita jeli. Dari pintu inilah, MA dan ketiga asistennya lari. Namun terdapat sebuah pintu yang terkunci.. Asisten MA menggedor-gedor pintu dengan rasa panik. "Demi Tuhan, buka pintu ini! Buka pintu ini untuk ratu!". Beruntung Turgy mendengar dan segera membuka pintu. Turgy mulai bekerja di dapur Versailles pada tahun 1784, saat usianya baru menginjak 21 tahun. Mulanya pekerjaan Turgy hanyalah memotong sayuran dan pekerjaan kasar lain. Namun perlahan ia mulai dipercaya untuk membuat roti untuk raja Louis XVI. Pada akhirnya Turgy benar-benar diberi kepercayaan mengantar makanan untuk raja Louis XVI, ditemani oleh petugas kerajaan bersenjata. Jarak dari dapur ke ruang makan raja Louis XVI cukup jauh. 

Sedikit Mendalam Tentang Pintu Rahasia
Pintu ini menghubungkan dengan ruangan pribadi MA. Di ruangan ini, terdapat sebuah ranjang tidur dan sedikit perabotan. Dokter kerajaan saat itu mengharuskan MA untuk rebahan setelah mandi karena mereka percaya bahwa mandi hangat itu membuat otot tubuh menjadi lemas. Dari ruangan pribadi, terhubung dengan ruangan lain yang lebih besar. Di sini, MA memainkan piano dan harpa. Terdapat beberapa pintu yang salah satunya terhubung dengan bagian belakang bangunan. Karena belakang, maka dinding dan lantai tidak disemen atau diplaster. Dari sini, terhubung dengan tangga rahasia. Sebelum masuk ke ruangan megah lain yang bersifat terbuka untuk publik, terdapat sebuah dinding yang bisa dibuka. Berbeda dengan "pintu rahasia" di kamar MA, "dinding rahasia" ini tak nampak dari luar. Saat masuk, ternyata terdapat tangga rahasia lagi yang menghubungkan dengan dua ruangan rahasia yang terhubung satu sama lain. Ruangan ini kecil. Di satu ruangan terdapat perapian, satu lagi cukup nyaman dengan lemari. Beberapa orang yang bertanggung jawab atas Versailles sekarang menduga bahwa kamar ini digunakan Axel untuk datang menginap dan bertemu MA dan pergi tanpa ada yang mengetahui.

Hari-Hari Pertama di Penjara Temple
Jika petugas dengan mudah disuap, maka tidak dengan Konselor. Mereka dedikasi penuh kepada pemerintah pendukung republik. Mereka melarang Turgy menaruh makanan di meja sebelum meja berikut taplak meja diperiksa dengan seksama. Botol air dan teko kopi diisi di hadapan mereka. Roti dan macaron dibelah untuk diperiksa apakah ada pesan rahasia diselipkan. Konselor pun puas dan mengijinkan keluarga bekas kerajaan ini masuk ke penjara Temple. Saat pertama Turgy datang menghidangkan makanan, tentu MA mengenalinya. Namun demi keselamatan Turgy, MA harus berpura-pura. Dari ratusan pekerja bawahan di Versailles dulu, tentu MA tidak mengenali mereka satu persatu. Berbeda kasus dengan Turgy, sebab ia pernah menyelamatkan nyawa MA tanpa ia rencanakan, tepatnya pada 6 Oktober 1789 subuh. 
Kesempatan untuk berkomunikasi diam-diam datang saat Turgy masuk lagi untuk membereskan peralatan makan. MA membisik "kamu tidak seharusnya datang ke sini, terlalu berbahaya" Turgy membalas "ah, kenapa saya tidak seharusnya datang ke sini, bu?" MA kemudian menempelkan jari telunjuk ke bibirnya "ssst, ada yang datang" Turgy yang dikenal pandai, setia dan menghibur ini akan menjadi perantara rahasia. Dua atau tiga kali dalam seminggu, Turgy keluar dari penjara Temple untuk membeli bahan-bahan makanan. Di saat inilah ia membawa catatan pesan dari bekas keluarga kerajaan kepada orang-orang yang dituju. Salah satunya adalah jenderal Jarjayes yang masih berada di Paris. Dan Turgy pula yang membawa masuk catatan balasan ke dalam penjara Temple. Memilih Turgy adalah tindakan yang tepat. Saat kembali ke penjara Temple, ia tidak pernah digeledah. Para penjaga menyukai Turgy. Saat penjaga kelaparan, Turgy selalu memberi mereka roti dan keju. Terkadang potongan ayam dan ham. Kita tahu pada saat itu, harga roti sedang melambung tinggi dan berdampak pada masyarakat ekonomi bawah termasuk para penjaga.



Yang Setia Hingga Ke Penjara Harus Meninggalkan Bekas Keluarga Kerajaan
Di penjara Temple, Louis menemukan sebuah perpustakaan. Setidaknya ia tak merasa bosan. MA, Louis dan Elisabeth tetap rutin mengajarkan berbagai mata pelajaran kepada Charles. MA sesekali bermain piano yang dibawa dari istana Tuileries. Malam tanggal 19 Agustus 1792, pemerintah pendukung republik memerintahkan siapapun yang tidak berkaitan dengan kerajaan harus keluar. Kedua asisten Louis yaitu bapak Hue dan Chammily dibawa.  Permintaan MA agar mereka tidak membawa Lamballe sia-sia. MA menjelaskan bahwa sejatinya Lamballe adalah keluarga kerajaan sebab dulu ia pernah menikah dengan cucu raja Louis XIV. Namun pernikahan ini berjalan singkat, dan tanpa anak. Suami Lamballe meninggal karena sakit, diduga karena sipilis akibat kebiasaannya yang menyukai seks bebas. Untungnya penyakit ini tidak ditularkan ke Lamballe yang memiliki nama asli Marie Louise. Sepeninggal sang suami, Marie Louise tidak lagi menikah. Ia diperkenalkan ke MA pada tahun 1771, setahun setelah MA datang ke Perancis untuk menikah.
Lamballe, nyonya Tourzel dan putrinya, Pauline serta Felicity akan ditahan di penjara La Force. Kemudian Nyonya Tourzel dan Pauline akan dipindah ke penjara Port Royal. Nyonya Lamballe menjadi susah berjalan. Ia akan menemui ajalnya dengan cara tragis. Ia dipaksa untuk mengucapkan kalimat yang menentang kerajaan, namun ia menolak. Seorang utusan rahasia ayah mertua Lamballe berbisik agar Lamballe mengucapkan saja agar ia selamat dan segera keluar dari kerumunan warga yang beringas. Namun Lamballe menolak. Utusan rahasia ini berpura-pura mengatakan "ya dia sudah bersumpah". Lalu ia berkata pada Lamballe untuk keluar melalui pintu di depannya dan menyerukan dukungan pada negara, maka Lamballe akan selamat. Di luar, Lamballe/Marie Louise telah ditunggu oleh Nicholas Jourdan, pria yang pernah memenggal kepala dua bodyguard malang di depan kamar MA. Tapi kali itu ia berjanji akan menyelamatkan Lamballe. Namun saat dituntun, seorang pria bernama Charlot melempar tombak mengenai kepala Lamballe. Pria lain melempar stik kayu mengenai leher Lamballe. Lamballe jatuh sambil berlutut. Kemudian pedang dan berbagai tombak memburu badannya. Ia tak berteriak sedikitpun. Jasadnya ditelanjangi dan ditonton banyak orang termasuk anak-anak. Empat pria menaruh jasad Lamballe ke bangku dan menyiram darah yang mengucur dari tujuh luka. Pria bernama Grison memotong kepala jasad Lamballe dan membawanya ke sebuah salon kecantikan dan menaruh di meja. Grison meminta agar rambut jasad Lamballe dikeriting sebelum dipersembahkan ke majikannya. Sementara pria bernama Rodi membelah dada Lamballe dan mengambil jantungnya. Di depan penjara Temple, mereka berteriak. Petugas berusaha menutup semua jendela. Meski tak sempat melihat, MA akhirnya mengetahui nasib teman baiknya itu dan sangat terpukul.

Kehidupan di Penjara Temple Setelah Banyak Yang dibawa Pergi
Hanya beberapa jam di luar untuk menjawab beberapa pertanyaan pemerintah pendukung revolusi, mereka menetapkan bahwa bapak Hue tidak bersalah. Maka beberapa jam kemudian tepatnya jam 9 malam di tanggal yang sama, bapak Hue kembali ke penjara Temple. Kembalinya bapak Hue ini mengejutkan sekaligus menambah kegembiraan. Kegembiraan yang terutama buat MA tidak utuh sebab ia mengetahui bahwa Lamballe, Tourzel, Pauline dan Felicity tidak kembali lagi. MA kemudian mengatur ulang posisi tidur. Ia menidurkan Charles dengan dirinya di satu ruangan. Marie Therese dengan bibinya, Elisabeth di ruangan lain. Dua ruangan ini dipisahkan oleh semacam lorong kecil, berseberangan dengan ruangan yang ditinggali dua penjaga. Sementara Louis dengan bapak Hue di lantai bawah. 
Setiap pagi, keluarga kerajaan di atas ini turun ke bawah untuk sarapan bersama Louis. Kemudian semuanya naik ke atas untuk melewatkan waktu bersama di ruangan MA. 
Kemudian sebelum makan malam, mereka ke taman untuk menghirup udara segar dan berjalan terutama demi kesehatan Marie Therese dan sang adik, Charles. 

Penjaga Penjara Banyak Yang Kasar dan Beringas
Pintu masuk penjara dijaga oleh seorang penjaga bernama Rocher. Tubuhnya tinggi besar dan perokok. Gigi depannya hanya tinggal dua, yaitu atas dan bawah. Kepalanya selalu mengenakan topi bulu beruang yang nampaknya tak pernah dicuci sehingga berbau sangat menyengat. Pinggangnya mengenakan sabuk yang tergantung kunci-kunci besar, dan juga sebuah pedang. Rocher kerap membuat suara ribut dari kunci-kunci tersebut. Ia kerap mengajak penjaga-penjaga lain berkumpul untuk mabuk dan bernyanyi dengan suara keras sehingga terdengar oleh tawanan bekas kerajaan ini. Saat MA keluar ke taman, Rocher sengaja berdiri di pintu. Saat MA harus keluar dengan susah payah, Rocher mengebulkan asap pipanya ke wajah MA. "Inilah dia Marie Antoinette yang terkenal. Angkuh seperti biasa" Karena pintu keluar yang agak pendek, MA harus sedikit menundukkan kepala. Rocher berucap "ohh lihat, dia membungkuk ke aku. Gak, gak usah membungkuk. Ya udahlah kalau kamu bersikeras". Para penjaga lain pun tertawa. Rocher juga mengebulkan asap pipa ke Louis dan Elisabeth. MA, Louis dan Elisabet ditemani beberapa petugas yang dikirim harian, berjalan  bersama di sekitaran pohon kastanye. Setelah sejam, kadang dua jam, mereka kembali masuk. 

Kerajaan Prussia Menguasai Kota Verdun
1 September 1792, kerajaan Prussia menyerang Perancis dan berhasil menguasai Verdun.  Seorang wanita membentangkan tulisan "Verdun sudah ditawan" menghadap ke jendela. Elisabeth melihat sekilas dan berusaha menyembunyikan perasaannya. Untung tak ada penjaga penjara yang melihat. Bisa berbahaya bagi wanita pemberani tersebut. Terdengar kabar bahwa tentara Prussia tidak lama lagi akan masuk ke Paris. Paris dalam kondisi gawat. Majelis Nasional mengirim Clery ke penjara untuk melayani Louis. Bapak Clery juga asisten Louis, namun ia tak ikut saat kepindahan dari istana Tuileries ke penjara Temple. 
Keesokan hari pada 2 September 1792, datanglah seorang petugas bernama Mathieu. Mirip dengan Rocher, Mathieu berperangai kasar datang ke penjara dalam kondisi marah. Penjaga penjara tampaknya mengenal Mathieu. Ia langsung ke ruang Louis dan mencengkeram kerah baju bapak Hue "kamu ditahan!" Bapak Hue mengatakan dia akan mengambil pakaian dulu, namun dilarang. Mathieu membentak Louis "kamu tahu gak apa yang sedang terjadi? Tentara musuh sudah mencapai Verdun dan sekarang sedang menuju ke Chalons. Kamu yang akan bertanggung jawab seandainya terjadi sesuatu!" Mathieu melanjutkan "Ingat, kita juga bersiap. Drum sudah ditabuh untuk bersiaga, meriam peringatan sudah ditembakkan. Kalau pendukung kerajaan datang ke sini, istri dan anak-anak kita akan dibantai. Kamu yang pertama kali akan dibunuh!".
Charles berlari ke ruangan sebelah sambil menangis. Marie Therese menyusul untuk menghibur. Namun kesulitan, sebab Charles merasa bahwa ayahnya sebentar lagi akan benar-benar dibunuh. Petugas lain bernama Daujon mulai terusik, ia meminta Mathieu untuk segera membawa pergi bapak Hue. Sebelum pergi, lagi-lagi Mathieu mengancam. Kali ini ke bapak Clery "kamu harus hati-hati dalam kelakuan, atau nasibmu juga akan sama"

Kesetiaan Bapak Hue Berarti Bagi Keluarga Kerajaan
Sebelum pergi, MA mendekat dan memeluk bapak Hue "Mereka berusaha memisahkan orang-orang yang perhatian ke kita. Kita akan merindukanmu. Kita takkan bisa cukup berterima kasih atas semua pengorbananmu, dan juga kebaikanmu ke kita semua"
MA memang sayang kepada bapak Hue. Nama lengkapnya adalah Francois Baron Hue, kelahiran 18 November1757. Saat makan, MA kerap menyisihkan potongan daging untuk kemudian diberikan ke bapak Hue. MA juga kerap menanyakan pendapat bapak Hue tentang minyak wangi yang ia baru beli. 
Bapak Hue segera dibawa ke balai kota. Ada yang berteriak "Kirim dia ke penjara Abbaye". Yang Lain berteriak "ke La Force". Yang lain lagi "penggal kepalanya!" Seorang penjaga tiba-tiba berdiri dan memberi saran "Pria ini memegang kunci penting semua rencana yang dicetuskan di dalam penjara Temple. Akan lebih bermanfaat dan masuk akal kalau dia ditahan sehingga kita bisa menggali informasi lebih". Petugas ini berjasa menyelamatkan nyawa bapak Hue yang sudah di ujung tanduk. Bapak Hue pun ditahan di penjara bawah tanah, persis di bawah Balai Kota Paris. Bapak Hue ditakdirkan hidup lumayan panjang. Setelah dibebaskan dari penjara, Hue menyewa sebuah apartemen di dekat penjara Temple. Dari kamar apartemennya, Hue bisa memantau Marie Therese saat ia duduk di bawah pohon kastanye, di halaman depan penjara Temple. Pada Desember 1795, Hue dipilih Marie Therese untuk menemani dirinya saat dibebaskan dari penjara Temple menuju ke Vienna, Austria. Bapak Hue menulis sebuah buku, mengisahkan hidupnya bersama keluarga kerajaan. Hue wafat pada tahun 1819, di usia 61 tahun. 

Suami Marie Antoinette Dijatuhi Hukuman Mati
 Pada Januari 1793, suami Marie Antoinette menjalani persidangan. Ia dituduh berbagai macam, termasuk pertumpahan darah masyarakat Perancis. Setelah melakukan vote, sebagian lebih menginginkan raja Louis XVI dijatuhi hukuman mati. Pada malam sebelum eksekusi, Marie Antoinette, Putri Elisabeth dan anak-anak dibawa turun ke ruangan Louis XVI. Suami Marie Antoinette berjanji akan menemui mereka lagi pada pagi hari jam 8, namun Marie Antoinette meminta jam 7 pagi dan disetujui. Namun esok harinya, Louis XVI tidak menemui mereka karena Louis tidak ingin menambah beban perasaan. Sepeninggal Louis XVI, Marie Antoinette enggan membawa kedua anaknya untuk turun ke taman. Hal ini disebabkan ia harus melewati pintu kamar mendiang sang suami, dan ia tak dapat menahan perasaannya. Seorang petugas menyarankan Marie Antoinette membawa anak-anak ke taman di atas penjara. Setidaknya anak-anak membutuhkan udara segar demi kesehatan. Saat yang bersamaan, kaki Marie Therese mengalami infeksi. Marie Antoinette minta dipertemukan Clery, asisten pribadi Louis yang menemani hingga sebelum Louis dibawa pergi dari penjara Temple namun petugas mengatakan kondisi Clery buruk. Para petugas di penjara Temple dilarang mempertemukan Marie Antoinette dengan Clery. Clery tetap berada di ruangan mendiang majikannya. Secara psikis, ia sangat terpukul. Saat dikunjungi dan diajak duduk di meja makan, Clery nampak enggan makan. Kemudian datanglah dua petugas yang menyaksikan eksekusi Louis, dengan santai bercerita bagaimana ia mempercepat eksekusi. Clery semakin terlihat depresi. Ia kemudian diajak kembali ke ruangan, dan beberapa kali hampir pingsan. Di sela-sela itu, Clery berkisah kalau saja sang majikan mau kabur, dengan mudah bisa dilakukan. Sebab jendela ruangan Louis hanya sejengkal dari dasar. Namun Louis tak ingin lolos meninggalkan keluarganya tertahan di penjara Temple. 

Pagi Terakhir Bersama Sang Anak Sulung dan Adik Ipar
Sekitar jam 2 pagi, beberapa petugas masuk. Mereka membacakan perintah pemindahan Marie Antoinette. MA tidak mengucapkan sepatah kata atau emosi sedikitpun. Putri Elisabeth dan Marie Therese memohon untuk diikutsertakan, namun tentu keinginan ini ditolak mentah-mentah. Mereka memeriksa barang-barang yang akan dibawa, dan menemukan paket kecil berisi rambut Louis XVI dan anak-anak, juga secarik kertas matematika yang ia ajarkan ke Louis Charles, sebuah buku yang mencatat alamat dokter anak-anak, miniatur sahabat dekatnya nyonya Lamballe, dua teman masa remaja yaitu putri Hesse dan Mecklenburg serta dua buku doa. Namun petugas membiarkan MA membawa saputangan dan botol parfum. Elisabeth membisikkan sesuatu di telinga MA, namun tidak terdengar. Setelah mengucap perpisahan pada Marie Therese dan memohon memperlakukan Elisabeth seperti ibu kedua, MA pun beranjak pergi tanpa menoleh lagi. Di pintu depan, kepala MA membentur pintu, karena tak menyadari bahwa pintu itu rendah. Seorang petugas bertanya apakah ia merasa sakit, "tidak, tidak ada yang bisa menyakiti diriku lagi" Dalam perjalanan dari penjara Temple menuju ke Conciergerie, MA ditemani oleh kepala penjara Michonis dan beberapa pengawal. 




Wednesday, February 9, 2022

Kisah Hidup Marie Therese Charlotte Bourbon, Putri Kerajaan Perancis Yang Menjadi Sebatang Kara, Bagian 1

 Selama delapan tahun, Kelahiran dia sejatinya dinantikan oleh masyarakat Perancis pada umumnya dan keluarga kerajaan pada khususnya. Kedua orang tuanya adalah sosok terkenal, yaitu raja Louis XVI dan Marie Antoinette. Ibunya yaitu Marie Antoinette berasal dari kerajaan Austria. Kedua orang tua Marie menikah di usia yang masih sangat belia, yang mana ayahnya saat itu masih berstatus Dauphin/pangeran dan berusia 15 tahun. Sementara ibunya masih berusia 14 tahun. Pada tahun 1774, ayah ibunya meneruskan tahta menjadi raja dan ratu. Ayahnya mengatakan "kita masih sangat muda, ini berat Tuhan"

Saat ia lahir pada 19 Desember 1778, kelahiran dia yang dinanti agak mengecewakan sebab ia seorang perempuan. Masyarakat meminta seorang laki-laki untuk menjadi penerus tahta. Ibunya mengatakan "tak apa mereka tak menginginkan kamu, kamu menjadi milikku". Tak lama setelah kelahiran Marie Therese, ayahnya menghadiahkan sebuah rumah "petit trianon" kepada sang ibu. Ayahnya memahami kondisi sang ibu yang tidak menyukai rutinitas kerajaan yang sangat kaku melelahkan. Rumah itu adalah bekas rumah yang dibangun sang kakek buyut, yaitu raja Louis XV untuk salah satu selirnya yang bernama Nyonya Pompador. Bahkan ayahnya membebaskan ibunya mendesain ulang rumah tersebut sesuai selera. Sang ibu melakukan renovasi yang konon menghabiskan dana sangat banyak, hal yang ironis di saat harga roti sedang tinggi. Ia membuat sungai tiruan, taman dan peternakan di sekitar rumah itu. 

Empat tahun kemudian tepatnya pada 1781, Marie mendapatkan adik laki-laki yang sangat dinanti, yaitu Louis Joseph. Pada 1785, Marie kembali mendapatkan adik laki-laki, Louis Charles. Posisi kedua orang tua Marie terasa aman sebab mereka memiliki dua anak laki-laki. Pada 1789, Marie dikaruniai seorang adik perempuan bernama Sophie. Namun Sophie hanya bertahan hidup selama setahun. 

Ibunda Marie dikenal sebagai sosok yang ramah namun suka berhura-hura. Meskipun saat itu kondisi ekonomi Perancis tidak baik, namun ibunda Marie tetap gemar berjudi, membeli pakaian yang mewah, berpesta dan memesan makanan-makanan mahal. Konon dalam setahun, ibunya belanja 150 pakaian mewah. Sang ibu juga memiliki seorang asisten rambut bernama Leonard. Rambut sang ibu kerap didesain setinggi 90 cm. Masyarakat mulai memberi julukan sang ibu "Madame Deficit". Ia dianggap sebagai sosok yang membuat masyarakat Perancis kekurangan pangan dan ekonomi yang buruk. Roti sebagai makanan pokok masyarakat hampir tidak layak dikonsumsi karena bertekstur sangat keras seperti batu. 

Pada 4 Juni 1789, adik sulung laki-laki Marie wafat akibat tuberkulosis tulang. Pada 5 Oktober 1789, ratusan wanita bersama para pria berjalan kaki dari Paris ke istana Versailles. Di pintu gerbang, empat orang wanita dipersilahkan masuk untuk menyampaikan keinginannya di hadapan ayah Marie Therese. Permintaan roti dikabulkan namun wanita-wanita lain dan pria-pria  di depan istana tak merasa puas. Mereka sengaja bertahan semalaman di depan istana. Subuh hari, beberapa wanita menggoda petugas jaga, sehingga membuat rombongan lain berhasil merangsek ke dalam. Beberapa langsung menuju ke apartemen ibu Marie Therese. Dua bodyguard yang menjaga kamar sang ibunda tewas dan kepala mereka dipenggal kemudian ditancapkan di atas tombak.  Namun sesaat sebelum itu, salah satu bodyguard sigap memberitahu tiga asisten sang ibunda untuk segera kabur dari kamar. Mereka kabur melalui pintu rahasia, menuju ke kamar ayah Marie Terese. Kemudian rombongan wanita dan pria ini berkumpul di bawah balkon. Di depan mereka, ibunda Marie memberi hormat tanda minta maaf. Mereka menuntut agar keluarga Marie Bourbon segera ke Paris. Pemerintah menempatkan Marie dan keluarga sebagai tahanan rumah di istana Tuileries. Beberapa pegawai dan sahabat baik sang ibunda yaitu nyonya Lamballe setia mengikuti. 

Pada Juni 1791, ayah, ibu, bibinya yang bernama Elisabeth, Louis Charles dan pengasuhnya yaitu Nyonya Tourzel melarikan diri. Sejatinya mereka hendak menuju ke Montmeidy. Di kota itu banyak royalis, pendukung kerajaan. Jika telah sampai, ayah Marie berencana mengadakan kontra revolusi. Pelarian itu dibantu oleh rekan baik sang ibu yang bernama Axel Von Fersen. Pria kelahiran Swedia yang tampan itu merupakan pria idaman lain sang ibunda. Di tengah perjalanan, ayah Marie Therese meminta Axel untuk pergi meninggalkan mereka. Setelah menempuh perjalanan selama hampir 24 jam, perjalanan mereka gagal sebab salah satu mengenali wajah ayahnya sebagai seorang raja dari sebuah uang koin. Di Varennes, mereka dipaksa kembali. Pelarian ini konon mencoreng reputasi keluarga Marie di mata orang-orang yang masih mendukung kerajaan. 

Pada 10 Agustus 1792, masyarakat Perancis menggeruduk istana Tuileries dan memaksa keluarga Marie ditahan di penjara Temple, Paris. Pada 14 Agustus 1792, Marie sekeluarga tiba di penjara Temple pukul 7 malam. Mereka ditemani oleh beberapa rekan dan pegawai setia. Mereka adalah nyonya Lamballe, bapak Hue dan Chamilly, nyonya Tourzel dan putrinya Pauline, nyonya Navarre yang menjaga putri Elisabeth, nyonya Cimbris yang menjaga Louis Charles, juga nyonya Thibaut yang menjaga sang ibu. Selama ditahan, ayah Marie mengajarkan pelajaran geografi kepada adik Marie. Ibunda Marie mengajarkan sejarah. Sementara bibi Elisabeth mengajarkan matematika. Beruntung ayah Marie menemukan sebuah perpustakaan yang membuatnya tak merasa bosan berada di tahanan. Ibunda Marie menyibukkan diri dengan menyulam dan juga bermain piano. Tukang masak Turgy mengajak kedua rekan kerjanya yaitu Chretien dan Marchand untuk mengikuti dirinya masuk ke penjara Temple. Tentu mereka harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan penjaga yang curiga dengan ketiganya. Turgy yang dikenal setia, cerdas dan menghibur, menjawab dengan berbohong bahwa ia dan kedua rekannya ditugaskan ke Temple untuk melayani keluarga kerajaan. Hebatnya Turgy, penjaga pun percaya. Marchand dan Chretien sangat ketakutan, namun Turgy nampak biasa saja. Saat bertemu, Marie Antoinette sangat terharu "pak, kamu seharusnya tidak usah datang ke sini, terlalu berbahaya". Turgy menjawab "Kenapa saya tidak usah datang, Yang Mulia?" Marie Antoinette lekas menegur "sstt, jangan pakai panggilan itu, dilarang". Sejak keluarga Marie Therese ditahan, panggilan-panggilan harus diawali dengan "BEKAS" contohnya "BEKAS RATU...BEKAS RAJA".

Sebanyak dua atau tiga kali seminggu, Turgy keluar dari penjara Temple untuk membeli kebutuhan dapur. Di kesempatan itulah, Turgy bisa membawa pesan rahasia dari kedua orang tua Marie Therese ke berbagai orang yang dituju termasuk jenderal Francois Augustin Regnier de Jarjaye. Jenderal Jarjaye merupakan bekas pegawai istana yang masih tinggal di Paris. Sang jenderal membalas pesan dengan cara yang sama. Memilih Turgy sebagai perantara memang cocok, karena saat keluar dan masuk penjara Temple, Turgy tidak pernah diperiksa atau digeledah. Para penjaga penjara Temple menyukai Turgy. Salah satu alasannya adalah, Turgy kerap memberi mereka makanan saat mereka datang ke dapur dalam kondisi lapar. Kita tahu bahwa saat itu, harga makanan pokok berupa roti melambung sangat tinggi. Banyak masyarakat kalangan bawah yang kelaparan. Hal ini juga tentu berimbas pada para penjaga yang juga dari kalangan bawah. Namun mereka bisa mendapatkan roti, keju, kadang potongan ayam dan ham berkat Turgy, tentu membuat mereka senang. Alasan lain adalah, Turgy suka lelucon.

Pada 20 Agustus 1792 jam 1 pagi, diperintah bahwa semua orang yang bukan anggota kerajaan harus segera meninggalkan Temple. Hal ini memicu protes dari ibunda Marie. Ibunda Marie bersikeras bahwa Nyonya Lamballe merupakan anggota kerajaan. Nyonya Lamballe sejatinya memiliki hubungan keluarga dengan kerajaan. Ia pernah menikah dengan salah satu pangeran/dauphin (cucu raja Louis XIV) namun sang pangeran wafat di usia muda. Namun tetap saja Nyonya Lamballe harus pergi. Mereka semua saling berangkulan, berharap akan berjumpa lagi beberapa hari kemudian. Kedua asisten sang ayah juga dibawa pergi. Setelah mereka pergi, Marie, ibu, bibi dan adiknya tidak dapat kembali tidur. Ia yakin ayahnya juga terbangun namun sang ayah tidak beranjak dari ruangan. Selang beberapa jam kemudian, Hue kembali. Ia dinyatakan tak bersalah dan boleh kembali ke penjara Temple.

Keesokan hari jam 7 pagi, mereka mengetahui bahwa yang lain tidak akan kembali lagi ke Temple dan mereka telah dibawa ke La Force. Nyonya Tourzel dan putrinya, Pauline kemudian dipindah ke penjara Port Royal. Kemudian pada 2 September 1792, pegawai ayah Marie Therese yang bernama Clery dikirim ke penjara Temple. Tentu ini mengejutkan namun juga sedikit membuat gembira. Memang awalnya Clery tidak ikut dalam rombongan pegawai saat pertama kali keluarga kerajaan pindah dari istana Tuilleries ke penjara Temple.

Ternyata pengiriman Clery ini ada maksud. Tak lama setelah kehadiran Clery , seorang utusan bernama Mathieu datang ke penjara Temple dan langsung mencengkeram kerah bapak Hue "kamu ditahan!". Hue hendak ke ruangannya untuk mengambil barang-barangnya, namun dilarang oleh Mathieu. Kemudian Mathieu menunjuk-nunjuk ayah Marie Therese "kamu tidak tahu apa yang terjadi kan? Negara ini dalam kondisi bahaya. Tentara musuh sudah mencapai Verdun. Raja Prussia kini menguasai Chalons. Tetapi, kamu akan bertanggung jawab seandainya terjadi sesuatu! Kalau pendukung kerajaan ke sini, kita tahu bahwa istri dan anak-anak kita akan dibantai. Tetapi rakyat akan membalas. Kamu yang akan mati duluan !" Adik Marie Therese berlari ke ruangan sebelah sambil menangis. Marie Therese menyusul dan terdengar menghibur sang adik. Namun upayanya saat itu sia-sia karena sang adik yakin bahwa ayahnya sebentar lagi akan dibunuh. Petugas lain bernama Daujon meminta Mathieu untuk segera membawa Hue pergi. Ibunda Marie Therese menyempatkan diri memeluk bapak Hue sambil berbisik "Mereka berusaha memisahkan kita dari siapapun yang peduli pada kita. Kita akan merindukanmu. Kita takkan pernah bisa cukup berterima kasih atas semua pengorbananmu dan kebaikanmu"

Ibunda Marie Therese memang dekat dengan bapak Hue. Saat di istana Versailles, mereka kerap berinteraksi santai. Kadang sang ibunda mengoleskan minyak wangi ke pergelangan tangan dan meminta pendapat ke bapak Hue "aromanya wangi kan?". Saat makan, ibunda Marie Therese kerap menyisakan potongan daging untuk bapak Hue "saya yakin bapak Hue menyukai ini"

Sebelum membawa pergi, Mathieu berkata kepada Clery "Kamu harus hati-hati, jaga sikapmu, atau kamu akan bernasib sama!" Dari semua pegawai yang ada, tinggal Clery seorang diri. 

Ibunda Marie tidur bersama adik Marie. Sementara Marie tidur bersama bibi Elisabeth. Sang ayah tetap berada satu lantai di atas ruangan Marie Therese. Setiap pagi, Marie dan adiknya naik ke ruangan ayah mereka untuk sarapan. Setelah itu ketiganya turun ke ruangan sang ibu untuk menghabiskan waktu bersama. Setiap pagi, Marie juga berjalan-jalan di kebun bersama sang adik dan ayahnya demi kesehatan sang adik. Tentu mereka tidak mengetahui bahwa penjara La Force menjadi target serangan warga yang tidak menginginkan penjara di isi oleh para bangsawan. Pengasuh Marie Therese yaitu nyonya Tourzel dan anaknya diselamatkan oleh seorang pria misterius. Pria misterius yang mengaku sebagai Bapak Hardi ini meminta Tourzel dan Pauline melarikan diri dari Paris sebab sewaktu-waktu mereka bisa ditahan lagi. Tourzel dan Pauline kemudian pergi ke Aboundant, tinggal di rumah anak lelakinya, yang juga saudara laki Pauline. Sementara nyonya Lamballe tidak beruntung. Ia diseret keluar, dipaksa untuk mengucapkan kalimat yang menentang keluarga kerajaan, namun ia menolak. Ada pria suruhan ayah mertua Lamballe, membujuk Lamballe untuk mengatakan saja agar ia dapat selamat. Namun Lamballe tetap menolak. Dahi Lamballe ditombak, lalu dadanya dibelah untuk diambil jantungnya. Kepalanya dipenggal. 

Pada 3 September 1792 jam 3 sore, Marie sekeluarga mendengar suara rentetan tembakan di luar. Petugas penjara menutup pintu dan jendela berikut korden. Ayah Marie diberitahu bahwa mereka yang di luar ingin mempertontonkan potongan kepala Nyonya Lamballe kepada keluarga kerajaan. Meski tidak melihat sendiri, ibunda Marie sangat shock. 

Pada 21 September 1792, kerajaan diruntuhkan. Semenjak ayah Marie bukan seorang raja, ia tidak lagi dihormati. Ayah Marie hanya dipanggil nama Louis atau Bapak. Pemerintah bernama Pethion mengirim dua petugas untuk berjaga di ruangan ayah Marie. Mereka menyita pedang milik ayah Marie dan juga memeriksa isi kantong pakaian sang ayah. Pethion juga mengirim juru kunci penjara bernama Rocher. Rocher ini seorang perokok namun ayah Marie tak menyukai baunya. Mengetahui hal itu, Rocher justru sengaja meniupkan asap rokok ke wajah ayah Marie. 

Berikutnya mereka hendak memisahkan ibunda Marie dengan cara memindahkan ke ruangan di atas ruangan ayah Marie. Namun mereka tidak berhasil sebab Marie Therese dan bibi Elisabeth mengikuti. Ruangan baru itu kurang menyenangkan sebab jendela ditutup oleh tiang besi dan tirai. Asap dari cerobong juga sangat mengganggu. Adik Marie dipindah ke ruangan sang ayah yang berada di bawah ruangan baru mereka. 

Ayah Marie selalu bangun tidur pukul 7 pagi dan kemudian berdoa hingga pukul 8 pagi. Kemudian ayah Marie berganti pakaian dan kemudian mengganti pakaian adik Marie. Pukul 9 pagi, ayah dan adik Marie naik ke ruangan di atas untuk sarapan bersama. Setelah itu ayah Marie mengajak adik Marie turun lagi untuk belajar hingga pukul 11 siang. Setelah itu adik Marie bermain-main. Pukul 9 malam, ibunda Marie turun ke ruangan ayah Marie untuk mengganti pakaian adik Marie persiapan tidur. Setelah tidur, semuanya naik ke atas, ayah Marie duduk hingga pukul 11 malam.

Bibi Elisabeth menghabiskan waktu berdoa, membaca buku agama dan meditasi. Sang bibi dan ayah Marie juga menjalani puasa yang diwajibkan oleh gereja Katolik. 

Ayah Marie diharuskan menjalani persidangan yang sebenarnya tak berguna sebab akhirnya juga harus dihukum mati. Dari total 690 voting, 380 memvoting eksekusi segera. Sisanya meminta pengampunan untuk Louis XVI. Pada 20 Januari 1793 malam, ayah Marie melakukan pertemuan keluarga. Ia menasihati adik Marie untuk memaafkan mereka yang telah menjatuhi hukuman mati kepadanya. Ia kemudian memberkati Marie dan sang adik. Ibunda Marie mengatakan bahwa sebaiknya mereka menghabiskan waktu terakhir bersama. Namun ayah Marie menolak, ia ingin menghabiskan waktu dengan tenang. Ibunda Marie kemudian meminta agar esok hari bertemu lagi dan disetujui. Namun pada faktanya, esok hari ayah Marie meminta petugas penjara untuk melarang mereka turun ke ruangan. Ayah Marie tak ingin larut dalam perasaan sedih.'

Kemudian datang seorang pria sepuh bernama Malesherbes, yang datang menangis sambil memeluk kaki Louis XVI. Ia diajak berbincang berdua oleh ayah Marie Therese dan kemudian tidur di kamar Clery. Malam hari terakhir, ayah Marie masih bersantap malam seperti biasa. Hal ini mengagetkan petugas sebab mereka mengira ayah Marie bakal bunuh diri. Ayah Marie mengatakan "saya tidak selemah itu" Setelah santap malam, ia pun pergi tidur. Lagi-lagi mengesankan, sebab ayah Marie Therese tidur sangat pulas hingga mengorok keras dan terbangun jam 4 pagi oleh suara tabuhan drum.

Malesherbes, pria sepuh berusia 71 tahun ini adalah salah satu dari tiga pria yang membela Louis XVI di hadapan Majelis Rakyat Perancis. Ketika voting untuk mengeksekusi Louis XVI lebih banyak daripada yang menolak, adalah Malesherbes sangat kecewa. Kelak pada April 1794, Malesherbes bersama putrinya, menantu laki-laki, cucu dan cucu menantu ditangkap dengan tuduhan membantu para pelarian politik. Setelah ditahan, mereka akan dihukum penggal. Sebulan kemudian, tepatnya pada 10 Mei 1794, giliran adik perempuan Malesherbes, Nyonya Senozan, bersama adik perempuan Louis XVI, putri Elisabeth, yang menjalani hukuman mati. 

Clery, sang asisten setia menjadi saksi di jam-jam terakhir hidup Louis XVI. Sementara Turgy menjadi saksi bagaimana sang istri, Marie Antoinette, putri Elisabeth, Marie Therese dan Louis Charles menghadapi situasi ini. Marie Antoinette meminta kedua anaknya untuk sarapan, namun mereka menolak. 

 Ayah Marie dibawa ke tempat eksekusi menggunakan kereta kuda dan diiringi oleh pasukan penabuh drum. Ayah Marie tampak tenang dan tegar. Di atas panggung eksekusi, ayah Marie sempat berpidato singkat namun kurang terdengar. Hanya orang-orang yang didekatnya mendengar. Ayah Marie mengatakan "saya memaafkan mereka yang menjatuhi hukuman mati. Saya bersih dari kejahatan-kejahatan yang dituduhkan kepada saya. Saya berdoa agar darah saya tidak jatuh ke Perancis lagi". Konon ayah Marie hendak mengatakan sesuatu lagi, namun drum segera diperintahkan untuk ditabuh. Raja Louis XVI dieksekusi pada pukul 10.10 pagi. Beberapa penonton mengusap saputangan mereka ke darah ayah Marie. Pada 2012, tes DNA membuktikan bahwa itu benar darah ayah Marie. Adik Marie menjadi raja Louis XVII. Jasad ayah Marie segera dibawa ke pekuburan Madeleine. Sebelum dimakamkan, jasad ayah Marie didoakan secara singkat di gereja dekat pekuburan. Kepala ayah Marie diletakkan di antara kaki dan dimakamkan tanpa nisan.

Di penjara, putri Elisabeth mendengar suara meriam pertanda bahwa Louis XVI sudah wafat, ia segera menengadah ke atas sambil menangis "monster monster, mereka kini senang". Ibunda Marie terdiam dalam kesedihan. Louis Charles menangis. Sementara Marie Therese berteriak sedih. Sebulan sepeninggal ayah Marie, Clery masih berada di temple, namun ia tak dapat berkomunikasi dengan keluarga. Setelah ia dibebaskan, ia bertemu Turgy dan memberikan sebuah catatan yang ditulis oleh raja Louis XVI berisikan "aku memberi wewenang kamu (Clery) untuk memberitahu Turgy betapa senangnya diriku dengan kesetiaannya dan dedikasinya. Aku memberinya restu dan memohon dia untuk melanjutkan perhatiannya untuk keluargaku"

 Saat paman Marie bertahta sebagai raja Louis XVIII pada tahun 1815, ia memerintahkan agar jasad sang kakak dan kakak ipar digali untuk dipindah ke gereja Basilica St Denis. Jasad putri Elisabeth juga dicari, namun hasilnya nihil. Tahun 1816 hingga 1826, dibangun monumen untuk Louis XVI dan juga Marie Antoinette. Monumen ini menggambarkan keduanya sedang berdoa.

Sehari setelah wafatnya ayah Marie, ibu Marie meminta bertemu dengan Clery. Ia adalah orang yang terakhir menemani ayah Marie, berharap mungkin ada pesan yang disampaikan sebelum eksekusi. Namun petugas mengatakan kondisi Clery sangat buruk sehingga tidak memungkinkan bertemu. Konsel Umum melarang ibu Marie bertemu Clery namun mengijinkan ibu Marie mengenakan pakaian berkabung. Clery konon menyimpan cincin pernikahan untuk disimpan ibu Marie. Ayah Marie juga memberikan sebuah paket berisi seikat rambut ibu Marie dan berpesan ia sangat menyayangi rambut itu.

Bagaimana perasaan Clery sepeninggal sang majikan? Saat dikunjungi, ia tampak depresi dan enggan makan. Bahkan beberapa kali hampir pingsan. Dalam wasiatnya, ayah Marie memberikan pakaian, jam tangan, buku-buku, dompet dan barang-barang kecil lain yang masih disimpan di Dewan Pimpinan Rakyat kepada Clery.

Sepeninggal ayah Marie, ibunda Marie tak lagi mau turun ke taman. Hal itu disebabkan ia harus melewati ruangan bekas ayah Marie dan ia tak bisa menahan perasaannya. Namun ibu Marie mengkhawatirkan kondisi adik Marie yang membutuhkan udara segar. Sehingga pada akhir Februari 1793, ibu Marie meminta ijin untuk naik ke atas untuk menghirup udara segar. Pada 25 Maret 1793 malam, cerobong asap mengalami kebakaran. Saat dijenguk oleh petugas bernama Chaumet, ibu Marie ditanya memiliki keinginan apa. Ibu Marie ingin dibuatkan pintu tambahan antara ruangannya dengan bibi Elisabeth (adik ipar) sehingga ada tambahan udara. Keinginan ini ditanggapi dengan omelan oleh petugas lain. Chaumet mengatakan kesehatan memang penting, ia akan menyampaikan ke petinggi lain. Namun keinginan ini ditolak. 

Meskipun banyak petugas bersikap kasar, namun Marie mengatakan ada beberapa yang sangat baik terhadap mereka. Namun Marie tidak menyebutkan siapa saja demi keselamatan mereka. Suatu hari saat pemeriksaan, mereka menemukan sebuah topi yang disimpan bibi Elisabeth. Bibi Elisabeth mengatakan bahwa topi itu diberi kakaknya (ayah Marie) saat mereka baru tiba di Temple. Mereka menyita topi itu sebagai barang yang patut dicurigai. 

Di lain hari pada hari Kamis, adik Marie terserang demam dan mengeluh pusing. Ibu Marie meminta petugas mengirim dokter namun ditolak. Mereka mengatakan bahwa ibu Marie berlebihan, itu hanyalah perasaan cemas seorang ibu. Namun demam adik Marie berkelanjutan hingga esok hari. Setiap menjelang malam, demam sang adik semakin tinggi. Bibi Elisabeth meminta Marie untuk tidur di ruangannya agar Marie tidak tertular sakit. Baru pada hari Minggu, dokter penjara bernama Thierry datang untuk mengecek kondisi adik Marie. Ia pun diberikan obat. Pada Mei 1793, Chaumet datang lagi bersama rekan Hebert. Ia menanyakan ada keluhan apa dari ibu Marie. Ibu Marie mengeluhkan susahnya mendapat dokter untuk adik Marie. 

Pada 3 Juli 1793 sekitar pukul 10 malam, para penjaga datang hendak memindahkan paksa adik Marie. Sang adik sedang tertidur. Namun seorang petugas tampaknya bersandar pada sebuah selendang yang digunakan sebagai tirai ranjang. Tirai itu terjatuh ke arah sang adik hingga terbangun. Adik Marie langsung memeluk ibu Marie sambil menangis memohon agar tidak dipindah. Selama satu jam, keduanya beradu argumentasi. Seorang petugas mengatakan "untuk apa ribut, toh anak ini tidak akan dibunuh". Petugas beberapa kali mengancam akan menggunakan kekerasan. Pada akhirnya ibunda Marie menyerah, Ia mengganti pakaian adik Marie sambil menangis dan menyerahkan kepada petugas. Namun sang adik kembali berbalik. Petugas mulai kehilangan kesabaran "Berhenti menceramahi anak ini!". Sebelum pergi, adik Marie mencium sang ibu, kakak dan bibi Elisabeth. Ibu Marie kemudian memohon agar bisa dipertemukan dengan adik Marie hanya di setiap jam makan. Keinginan ini tidak dikabulkan. Belakangan diketahui bahwa adik Marie dirawat oleh Simon, tukang sepatu yang berpendidikan rendah dan berperangai kasar.

 Pada 2 Agustus 1793 pukul 2 pagi, ibunda Marie dibangunkan paksa. Ia akan dipindah ke Conciergerie untuk disidang. Marie dan bibi Elisabeth memohon untuk menemani namun tidak diperbolehkan. Ibu Marie berganti pakaian di hadapan petugas. Sebelum pergi, ia menciumi Marie, meminta untuk menjaga kesehatan dan memperlakukan bibi Elisabeth sebagai ibu sambung. Anjing kecil jenis spaniel bernama Thisbie berusaha mengikuti ibunda Marie namun dilarang petugas untuk ikut ke kereta. Thisbie berlari mengikuti kereta tersebut. Setiba di Conciergerie, Thisbie berusaha menyusup di antara kaki ibu Marie namun ditendang keluar oleh petugas. Sejak itu, setiap hari Thisbie menunggu di tempat yang sama sambil meraung. Penjaga yang merasa terganggu oleh si anjing, berusaha menakuti dengan menodongkan pucuk bayonet. Thisbie tidak pernah meninggalkan tempat itu kecuali saat lapar. Thisbie pergi dari rumah ke rumah di sekitar untuk mendapatkan sisa makanan. Di hari pertama setiba di Conciergerie, ibu Marie ditempatkan sementara di ruangan milik pemimpin penjara bernama Richard. Setelah itu, ibu Marie ditempatkan di ruangan yang sangat lembab sebab di dekat situ ada aliran sungai. Petugas selalu mengawasi ibu Marie di ruangan itu. Marie dan bibi Elisabeth memohon agar ibu Marie dibawakan air minum dari Viledavre sebab ibu Marie tidak dapat meminum air dari sungai, yang dapat membuatnya sakit. Sebagian petugas setuju, yang lain keberatan.

Tentang adik Marie, setiap hari ia mendengar Simon dan adiknya bernyanyi dengan jendela terbuka sehingga petugas bisa mendengar. Simon memakaikan topi merah di kepala sang adik. Sebelum sang adik dipindah, ibu Marie berharap agar baju berkabung sang adik tidak diganti. Namun setelah di tangan Simon, pertama yang dilakukan justru mengganti pakaian berkabung tersebut. Pada akhir Agustus, sang adik jatuh sakit setelah dipaksa makan banyak dan minum anggur.

Marie menghabiskan bulan September 1793 dengan lumayan tenang. Ia masih bisa ke atap setiap hari. Marie mendengar selentingan bahwa sang ibunda hampir lolos dari tahanan. Namun penjaga terakhir yang sudah disuap justru menolak melepaskan ibu Marie. Marie juga mendengar bahwa istri penjaga ruangan ibu Marie (nyonya Richard) sangat baik terhadap ibu Marie. Mengetahui ibu Marie tak bisa minum air dari sungai, Nyonya Richard mengambil resiko membawakan dari mata air lain. Ia juga menyediakan makanan yang layak seperti ayam dan buah-buahan yang diperoleh langsung saat Nyonya dan bapak Richard belanja ke pasar. Pasutri Richard dibantu ole Rosalie Lamorliere. *Silahkan baca di bagian lain tentang Marie Antoinette dan Rosalie Lamorliere*.

Petugas kembali mendatangi ruangan Marie untuk mengambil sisa pakaian ibu Marie tetapi menolak memberitahu kondisinya. Diketahui ternyata Ibu Marie Therese menulis surat untuk dirinya, tidak panjang namun jelas : "Saya hendak memberitahu kamu, anakku, bahwa saya baik, saya tenang, dan saya merasa damai jika anakku yang kasihan ini terbebas dari perasaan gelisah. Saya memelukmu dan juga bibimu. Tolong kirimkan (menyebut beberapa potong pakaian dan asesoris)" Surat ini tidak ditandatangani sang ibunda namun oleh petugas. Tetapi surat ini juga tidak sampai di tangan Marie Therese. 

Tison yang biasa mengerjakan tugas domestik seperti membersihkan lantai dan merapikan tempat tidur, tiba-tiba diberhentikan. Mereka tak ingin tahanan mereka diberikan kenyamanan. Jadi, Marie Therese dan bibi saling membantu mengerjakan. Esok harinya, datang lagi untuk mengumumkan perubahan pada menu makanan, dengan alasan ekonomi. Untuk peralatan makan, tidak diperbolehkan menggunakan keramik dan juga perak. Alas tidur diganti bahan yang lebih rendah kualitas. Sang bibi menderita radang kulit di lengan. Seorang penjaga penjara memberikan obat oles, sementara yang lain tak peduli. Bibi Elisabeth menyuruh Marie untuk membiasakan diri berjalan cepat selama satu jam setelah makan. Memercikkan air ke udara di ruangan agar merasa segar. Merapikan ruangan. Ia juga mengajarkan sang keponakan untuk menata sendiri rambutnya, memakai baju, memasang korset, menambal stoking dan pakaian seorang diri. 

Pada 8 Oktober 1793, Chaumet datang lagi bersama Pachet, David dan selusin petugas. Pachet meminta Marie untuk turun ke bawah. Bibi Elisabeth hendak menemani tentu ditolak. Ia menanyakan apakah Marie akan kembali, Chaumet pun membalas "kamu bisa mempercayai kata-kata republikan" Marie menyerahkan keselamatan dirinya pada Tuhan. Di tengah perjalanan, Marie berpapasan dengan adiknya. Ia pun menciumi Louis namun segera ditarik oleh istri Simon dan meminta Marie masuk ke ruangan sebelah. Di ruangan itu Marie duduk berhadapan dengan Chaumet. Marie ditanya apakah ia mengenal beberapa nama yang disebutkan, Marie menjawab tidak. Setelah menjawab semua pertanyaan dan kembali ke ruangan, giliran bibi Elisabeth yang diberikan pertanyaan yang sama. 

Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 11 Oktober 1793, tukang masak yang setia dan cerdas bernama Turgy dipaksa keluar dari penjara Temple. 

Tanggal 16 Oktober 1793, sekitar 4.30 subuh dan setelah melewati persidangan yang hampir 23 jam, ibu Marie didakwa mati. Ibu Marie menghabiskan sisa jam untuk menulis surat kepada bibi Elisabeth. Namun surat ini tidak disampaikan ke bibi Elisabeth namun beruntung sejarah merekam isi surat ini. Berita eksekusi ibu Marie tidak disampaikan kepada bibi Elisabeth dan Marie. 

Bibi Elisabeth mengeluarkan sebuah paket kecil berisi potongan rambut ayah dan ibu Marie Therese, kemudian ditambahkan potongan rambut sang bibi. Suvenir rambut itu diberikan kepada Marie Therese. "Berikan hatimu kepada Tuhan. Tuhan memberi kita ujian karena Tuhan sayang kita" Sejatinya bibi Elisabeth hendak memberikan kenangan berupa tulisan, namun semua peralatan tulis sudah disita dari ruangan. 


Bibi Elisabeth

Pada 9 Mei 1794 pagi, pintu penjara diketuk dengan kasar. Bibi Elisabeth meminta waktu sebentar untuk berpakaian sebelum membuka pintu. Petugas mengatakan "tak ada waktu untuk itu". Pintu seolah mau didobrak saking kasarnya. Beberapa petugas datang hendak membawa sang bibi pergi. "Apakah keponakanku akan tetap di sini?" Dengan kasar dijawab "bukan urusanmu!" Sang bibi mengatakan "Jangan sedih. Aku akan kembali". Petugas penjara menjawab "Tidakkau tidak akan kembali. Ambil topimu dan turun! ". Bibi Elisabeth memeluk Marie, dan meminta Marie berserah pada Tuhan. Saat di bawah Temple, Marie melihat petugas mengecek bibi Elisabeth lagi dan tidak menemukan apapun di dalam pakaiannya. Dalam ketakutan, Marie Therese melihat kepergian sang bibi sampai tak lagi nampak di pandangannya. Beberapa hari kemudian, Marie Therese meminta petugas penjara membawakan beberapa pakaian untuk sang bibi sebab saat pergi, sang bibi hanya membawa sedikit pakaian. Petugas mengatakan "itu sangat tidak mungkin". 

Bibi Elisabeth sampai di Conciergerie pukul 8 pagi. Ia diharuskan menunggu dua jam di ruang tunggu, bagian dokumentasi. Kemudian sang bibi dibawa ke atas untuk menjalani interogasi. Salah satu pertanyaan adalah mengenai pelarian Elisabeth bersama keluarga Marie Therese pada pertengahan 1791 silam. Mereka menuduh bahwa Elisabeth dan yang lain hendak melarikan diri dari Perancis dan bergabung dengan para pendukung revolusi Perancis di luar negeri dan juga negara musuh Perancis. Hal ini dibantah oleh Elisabeth. Sejatinya kakak Elisabeth, raja Louis XVI hendak ke Montmeidy, salah satu kota di Perancis yang masih memiliki dukungan besar ke kerajaan. Dalam pelarian ini, bukanlah keinginan Elisabeth, namun karena ia menghormati ajakan sang kakak. Setelah persidangan selesai, Elisabeth menandatangani setiap dokumen sebelum kembali ke Conciergerie. 

Di masa Revolusi ini, setiap hari selalu ada tahanan yang masuk ke Conciergerie, tetapi juga ada tahanan yang keluar untuk dieksekusi. Ruang tunggu Conciergerie berada di sebelah kiri pintu masuk utama. Ruang ini dibagi dua bagian. Satu ruang untuk dokumentasi, untuk para tahanan yang baru datang. Satu ruang lagi untuk para tahanan sebelum dibawa pergi untuk dieksekusi. Biasanya para tahanan malang ini menunggu 36 jam di ruang tunggu. 

Agak beruntung bahwa Elisabeth diberikan ruang untuknya seorang diri. Ia menempati area di bawah pengawasan bapak Richard (baca artikel Marie Antoinette dan Rosalie Lamorliere). Bibi Elisabeth menanyakan keberadaan Marie Antoinette pada bapak Richard. Bibi Elisabeth tahu betul bahwa Marie Antoinette dibawa dan ditahan di gedung yang kini ia tempati. Takut menjawab dengan jujur, bapak Richard berbohong "Dia sangat baik, dan tidak butuh apapun". Pagi harinya, Elisabeth menanyakan waktu pada bapak Richard. Bapak Richard menunjukkan jam saku ke arah Elisabeth. "kakak perempuanku juga memiliki jam yang sangat mirip". Diketahui bahwa saat ditahan di Conciergerie, Marie Antoinette menggantung jam saku pemberian ibunya yang ia berhasil bawa hingga ke Perancis saat menikah. Namun petugas diperintahkan untuk mengambil jam tersebut dengan alasan khawatir akan digunakan untuk menyuap penjaga penjara. Marie Antoinette menjelaskan bahwa jam itu bukan dibeli menggunakan uang rakyat Perancis, namun tetap saja diambil paksa. Ia pun menangis getir. Apakah jam yang dipakai bapak Richard milik mendiang sang kakak ipar, tak ada yang tahu.

 Kemudian Elisabeth meminum sedikit coklat panas untuk sarapan sebelum menuju ke pintu utama penjara pada pukul 11. Di sana, sudah menunggu beberapa tahanan wanita. Salah satunya adalah nyonya Senozan, saudari dari Malesherbes. Malesherbes adalah salah satu orang yang membela Louis XVI di hadapan Majelis Rakyat Perancis. Malesherbes telah dipenggal mati sebulan sebelumnya bersama putri, menantu, cucu dan cucu menantu dengan tuduhan membantu para pelarian politik. Adalah Malesherbes salah satu pria yang menghabiskan malam bersama ayah Marie Therese bersama Clery, pegawai setia sang ayah di malam terakhir sang ayah. 

Sambil menunggu, Elisabeth meninggalkan pesan kepada bapak Richard untuk disampaikan kepada Marie Antoinette. Seorang tahanan yang akan menjalani eksekusi mengatakan "nona, kakakmu telah bernasib seperti yang akan kita jalani". Mereka sengaja menempatkan Elisabeth di urutan paling terakhir yang akan dieksekusi. Namun Elisabeth disebut sangat tenang, ia siap mengorbankan dirinya untuk Tuhan. Ia bahkan menguatkan beberapa wanita yang dieksekusi sebelum dirinya. Mereka saling berpelukan. Elisabeth yang sudah seperti ibu angkat bagi Marie, wafat pada 10 Mei 1794 di usia 30 tahun.  Padahal jika mau, sebelum ditangkap pun Elisabeth punya banyak kesempatan untuk menyelamatkan diri. Namun ia tetap berada di samping sang kakak tercinta, raja Louis XVI. Elisabeth telah menjadi yatim dan piatu sebelum ia berusia 4 tahun namun memiliki jiwa yang mengayomi. Pada hari yang sama, Maximilien Robespiere, tokoh revolusi yang dianggap jujur mengunjungi kios buku yang terletak di Palais-Royal, dan melihat-lihat buku seperti yang sering ia lakukan. Penjual buku bernama Maret berkata terus terang "Masyarakat bersuara lantang menentang kamu. Memang Elisabeth sudah berbuat kejahatan apa sehingga kamu menghukum dia mati?" Sambil melihat ke arah Barere yang menemani, Robespiere menjawab "percayalah Maret, bukan aku. Aku malah risau ingin menyelamatkan dia, namun bajingan Collot d'Herbois itu yang mengambil Elisabeth dariku"

Sehari setelah Elisabeth dipenggal, turun hujan sangat deras. Tak disangka, Robespiere mendatangi Marie Therese di penjara Temple. Ia hanya memandangi remaja yatim piatu itu sambil sesekali berbisik kepada penjaga penjara. Penjaga pun tak mengenali siapa pria di depannya. Bagaimana Marie Therese bisa mengenali Robespiere, ia tak menjelaskan namun ia memberi secarik nota yang memberitahu bahwa adiknya sakit. Ia sudah meminta ijin kepada pemerintah untuk merawat, namun belum ada jawaban, sekarang waktunya untuk meminta ijin lagi. Nota itu diambil oleh Robespiere dan ia pergi.